APBD Defisit, Simpanan Daerah Melejit

3 weeks ago 10
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
APBD Defisit, Simpanan Daerah Melejit (Dokpri)

PENUMPUKAN dana menjelang akhir tahun, dan rendahnya serapan belanja APBD merupakan penyakit kronis banyak pemerintah daerah (pemda) di Indonesia yang mau diamputasi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Ibarat pepatah besar pasak daripada tiang hampir seluruh pemda di Indonesia pada 2025 mengalami defisit, karena menganggarkan belanja yang melebihi pendapatan. Lazimnya, defisit APBD harus ditutupi dengan mencari sumber pendanaan tambahan.

Namun ironisnya, meskipun secara keseluruhan APBD 2025 mengalami defisit Rp55,12 triliun, pemda justru menyimpan dana menganggur dalam perbankan hingga Rp233,97 triliun per 15 Oktober 2025. Angka fantastis ini setara 17% dari total belanja APBD 2025 Rp1.408,92 triliun dan mencerminkan fenomena dana parkir –uang kas daerah yang mengendap di bank, bukannya dibelanjakan untuk publik.

Padahal, realisasi belanja hingga triwulan III 2025 baru mencapai Rp721,51 triliun atau sekitar 51,21% dari anggaran. Dengan sisa waktu efektif pelaksanaan dua bulan sebelum tutup tahun anggaran, rendahnya penyerapan menunjukkan pemda belum mampu mengeksekusi belanja publik tepat waktu.

Purbaya pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta 20 Oktober 2025, bertepatan satu tahun Kabinet Merah Putih menyoroti lambannya realisasi belanja daerah. Purbaya menyentil kepala daerah yang hampir mendekati penghujung tahun dananya masih mengendap di bank, akibat keterlambatan mengeksekusi APBD.

Sindiran ini bukan tanpa data: Kemenkeu mencatat per 15 Oktober 2025 ada Rp233,97 triliun kas pemda teparkir di rekening bank. Sementara kebutuhan belanja publik mendesak. Purbaya menyatakan, kondisi ini bertolakbelakang dengan keluhan pemerintah daerah yang sering menyebut kekurangan dana, padahal masalahnya bukan ketersediaan uang melainkan lambatnya pemda membelanjakan anggaran.

Dana mengendap, penyerapan lambat

Dalam rapat tersebut, menkeu koboi ini memanfaatkan momen untuk menelanjangi realitas: keluhan pemda kekurangan dana tidak sejalan dengan fakta banyaknya uang kas daerah disimpan di bank. Ia pun menginstruksikan pemda mempercepat realisasi belanja dan segera melunasi kewajiban kepada kontraktor. Kebiasaan menumpuk pembayaran proyek hingga akhir tahun, menurutnya, menjadi biang keladi di kas daerah.

Purbaya sejak dilantik selalu mengumandangkan tingkat pertumbuhan ekonomi 2025 di atas 6% dan bahkan mencapai 8% meyakini misi ini gagal kalau pemda tidak segera membelanjakan APBD. Kenyataannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia per 30 September 2025 adalah sebesar 4,95% (year-on-year/yoy). Angka ini sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan sepanjang 2024 secara kumulatif, yang tercatat 5,03%. Padahal  September 2025 terjadi inflasi  (yoy) sebesar 2,65% lebih tinggi dibandingkan September 2024 (yoy) sebesar 1,84%.

Data empiris akhir September 2025, dari target belanja APBD nasional Rp1.408,87 triliun, baru terealisasi Rp721,51 triliun (51,21%). Di sisi lain, dari target pendapatan Rp1.352,55 triliun sudah terealisasi Rp850,51 triliun (62,89%). Artinya, penerimaan kas daerah sebenarnya cukup tinggi bahkan banyak didorong oleh transfer pusat. Sekitar 65% pendapatan APBD (Rp885,45 triliun dari Rp1.352,55 triliun) berasal dari TKDD, yang pada 2025 disalurkan tepat waktu dan sudah terealisasi 72,8% atau Rp644,9 triliun menjelang triwulan IV.

Pemerintah pusat sudah mengucurkan dana sesuai jadwal, namun daerah lamban membelanjakannya.Tidak heran jika akhir tahun selalu muncul SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) yang besar. Bahkan Laporan realisasi anggaran 2023 dan 2024 menunjukkan SiLPA melebihi defisit anggaran tahunannya: pada 2024 defisit APBD Rp75,99 triliun tetapi SiLPA mencapai Rp79,23 triliun; tahun 2023 defisit Rp57,41 triliun dengan SiLPA Rp91,13 triliun. Ini berarti setiap tahun ada uang lebih yang tidak terbelanjakan, seolah-olah defisit hanya terjadi di atas kertas yang menunjukkan banyak transfer pusat tidak dimanfaatkan optimal untuk menggerakkan roda ekonomi daerah.

Fenomena dana parkir ini memicu polemik antara Menkeu Purbaya dan sejumlah kepala daerah. Salah satu kasus menonjol melibatkan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Purbaya menuding ada praktik penempatan kas daerah di bank-bank di Jakarta, alih-alih di bank pembangunan daerah setempat, sehingga perputaran uang di ekonomi lokal tersendat. Ia berpesan daripada berburu bunga deposito lebih baik dana daerah dipakai untuk membangkitkan ekonomi lokal.

Purbaya bukan sosok sembarangan. Ia mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang sangat paham seluk-beluk perbankan. Ia secara terang-terangan mengungkap bahwa dana kas banyak pemda tidak seluruhnya disimpan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) milik mereka, melainkan ditempatkan di bank umum di Jakarta. Praktik ini dinilainya rawan penyelewengan bahkan berpotensi korupsi karena uang daerah digunakan memburu rente di luar peruntukannya.

Selain itu, memindahkan deposito daerah ke bank di ibu kota berarti dana tersebut tidak beredar di daerah, mengurangi kemampuan BPD menyalurkan kredit bagi usaha lokal. Purbaya tegas melarang praktik seperti ini karena melemahkan perekonomian daerah. Menkeu yang pernah berkarier di Danareksa ini mendorong pemda memperkuat BPD masing-masing ketimbang mengamanahkan uang rakyat ke bank umum di Jakarta.

Kebiasaan pemda yang menahan dana tecermin dari realisasi per 27 Oktober 2025 Rp772.75 trilun atau 54,85% merupakan indikator jelek kinerja belanja APBD. Mengingat waktu efektif pelaksanaan belanja pada 19 Desember 2025 dilanjutkan proses pencairan dana, maka kejar tayang dalam kurang dua bulan melaksanakan belanja APBD menghasilkan kualitas pekerjaan buruk. Purbaya ingin mengubah praktek pelaksanaan APBD ibarat pesta akhir tahun segera dihentikan.

Kebijakan akhir tahun membatasi pencairan dana untuk belanja dari kas daerah pada 24 Desember 2025. Ironisnya dua bulan menjelang batas waktu pencairan belanja posisi dana mengendap per 25 Oktober 2025 Rp175,66 triliun yang berasal penerimaan APBD sebesar Rp900,11 triliun dikurangi pengeluaran APBD sebesar Rp724,45 triliun. Padahal masih tersisa belanja yang direalisasikan dalam dua mendatang sebesar Rp681,42 triliun atau 48,58% dari total belanja APBD karena penyerapan belanja APBD selama 10 bulan hanya mencapai 51,42% yang menghasilkan efek pengganda secara proposional setiap bulan sepanjang 2025.

Selain regulasi yang longgar, keterbatasan informasi dan transparansi data ikut andil. Pusat pun kesulitan mengawasi praktik ini secara real-time. Terdapat perbedaan data simpanan kas daerah antara sistem pemda, Kemenkeu/Bank Indonesia, dan Kemendagri sehingga pernah tercatat selisih hingga Rp18,97 triliun antara data Kemenkeu dan Kemendagri. Ini menunjukkan koordinasi antarlembaga tentang pengawasan kas daerah belum optimal.

Disiplin fiskal sebagai solusi

Ketika beberapa kepala daerah membantah tudingan menkeu soal deposito di Jakarta, Kemenkeu kesulitan membuktikan secara rinci karena data perbankan daerah berada di ranah BI. Tanpa data akurat dan terintegrasi, pemerintah pusat sulit menunjuk secara spesifik pemda mana yang nakal memindahkan uang rakyat keluar daerah.

Mencermati fenomena di atas diperlukan langkah konkret agar kebiasaan buruk menunda belanja dan memarkir dana di bank dapat diakhiri. Pertama, pemda harus meningkatkan disiplin anggaran dan kualitas perencanaan. Program dan proyek mesti disusun matang sejak awal tahun sehingga penyerapan anggaran bisa merata tiap triwulan, tidak menumpuk di akhir. 

Kedua, perlu sinkronisasi lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam perencanaan pembangunan. Jika ada hambatan regulasi atau administrasi yang menyebabkan daerah menunda belanja (misalnya petunjuk teknis terlambat atau kekhawatiran aturan), itu harus diidentifikasi dan diatasi bersama. 

Ketiga, insentif dan pengawasan dari pemerintah pusat perlu diperkuat. Kemenkeu bersama Kemendagri dan BI sebaiknya melakukan evaluasi rutin atas pola penyimpanan kas daerah. Dengan data perbankan BI bisa diidentifikasi daerah mana yang menaruh proporsi besar dananya di deposito luar daerah. Transparansi nama-nama pemda nakal yang memindahkan dana dari BPD ke bank umum di Jakarta perlu dipertimbangkan agar menjadi sanksi moral, sekaligus pembelajaran bagi daerah lain. 

Menkeu dapat menerapkan sanksi tegas jika terbukti ada unsur kesengajaan berburu rente dengan menahan belanja demi bunga deposito. Misalnya, pemerintah pusat bisa menunda sebagian transfer atau memotong Dana Insentif Daerah bagi pemda yang berulang kali memiliki SiLPA besar tanpa alasan jelas.

Keempat, perbaikan regulasi juga penting. Aturan main soal penempatan kas daerah mungkin perlu diperjelas lagi. Bisa dipertimbangkan pembatasan porsi atau jangka waktu dana yang boleh didepositokan di luar BPD atau mewajibkan hasil bunga dikembalikan untuk kegiata...

Read Entire Article