Cerita Rano Karno Pernah Jadi Korban Bullying dan Hidup Susah hingga Jadi Wagub DKI

Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno(Antara)

WAKIL Gubernur DKI Jakarta Rano Karno mengungkapkan bahwa pengalaman perundungan (bullying) yang ia alami sejak kecil justru menjadi pemacu hingga dirinya mampu mencapai posisi sebagai orang nomor dua di Jakarta.

“Apa tidak terjadi aksi bully kepada saya, itu terjadi. Bagi saya bully itu adalah pemecut saya bisa menjadi Wagub DKI sekarang ini,” kata Rano saat "Kick Off Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2025" di Jakarta seperti dikutip dari Antara, Sabtu (22/11). 

Ia mengenang masa kecilnya yang penuh keterbatasan. Ayahnya, Soekarno M. Noer, bekerja sebagai pemain panggung yang tidak selalu mendapat pekerjaan, sehingga keluarga mereka kerap makan sepiring untuk berlima.

Rano bercerita bahwa setiap hari ia berjalan kaki dari rumahnya di Kemayoran Gang 7 menuju sekolah di Gunung Sahari, Senen, karena tidak memiliki uang untuk naik oplet.

"Untuk beli permen saja tak ada uang apalagi naik oplet. Makanya saya waktu besar ingin membeli oplet dan itu ada saat Film Si Doel," kata dia.

Sejak kecil ia terbiasa mencari uang sendiri, salah satunya dengan menjual burung ke pasar burung. Ia juga membeli roti gambang yang harus ia hemat hingga 20 hari.

“Setiap hari saya potek satu, lalu disimpan di lemari untuk esok. Artinya, saya tidak mampu membeli roti tersebut hingga menyimpannya lama,” ujarnya.

Menurutnya, hidup dalam kesulitan justru membuat imajinasi dan ketangguhan diri terasah. Karena itu ia mengaku heran ketika melihat anak-anak masa kini mudah goyah ketika mengalami perundungan.

Ia menegaskan bahwa penanganan kasus perundungan membutuhkan kerja sama semua pihak. Pemerintah berperan sebagai fasilitator, namun perubahan harus dimulai dari masyarakat.

“Karena masyarakat sendiri yang mengalaminya,” kata dia.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menyampaikan harapan bahwa kasus perundungan di lingkungan sekolah tidak lagi terjadi.

“Jadi yang paling utama yang bersifat perundungan atau bullying tidak boleh terulang kembali karena ini bisa menjadi motivasi atau pemicu,” kata Pramono saat dijumpai di Balai Kota Jakarta.

Saat dimintai tanggapan mengenai pelaku bom di SMA Negeri 72 yang disebut-sebut merupakan korban bullying, Pramono memilih menahan komentar. Ia mengakui mendengar isu tersebut saat meninjau lokasi kejadian, tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian.

“Sampai hari ini, karena ini yang berwenang sepenuhnya adalah kepolisian, mari kita tunggu bersama-sama apa yang sebenarnya terjadi. Jadi untuk itu, saya tidak komentar, tetapi sekali lagi kita tunggu apa yang menjadi temuan yang sebenarnya,” ujarnya.

(P-4)