
DENGAN melimpahnya cadangan mineral seperti nikel, bauksit, dan kobalt, Indonesia memiliki peluang besar untuk memainkan peran strategis dalam rantai pasok global, khususnya di sektor energi hijau.
Hilirisasi mineral telah menjadi salah satu prioritas utama pembangunan ekonomi Indonesia. Hal itu seiring dengan meningkatnya permintaan global terhadap sumber daya bernilai tinggi seperti disebutkan di atas.
Indonesia, saat ini adalah produsen utama nikel dunia dengan produksi mencapai 1 juta metrik ton per tahun. Sektor pertambangan menyumbang investasi sebesar US$ 1,3 miliar (10% PMA) dan Rp 22,3 triliun (12,5% PMDN) pada triwulan III tahun 2023, menjadikannya salah satu sektor terpenting bagi perekonomian nasional. Penelitian terbaru dari BINUS University mengungkap bagaimana pendekatan multidisiplin, inovasi teknologi, dan strategi diplomasi menjadi kunci untuk memastikan keberhasilan hilirisasi mineral Indonesia.
Salah satu tim peneliti BINUS University, Dr. Alexander A.S. Gunawan, menyampaikan bahwa hilirisasi mineral bukan sekadar kebijakan, tetapi juga upaya strategis untuk meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.
Sejak diperkenalkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Indonesia telah melarang ekspor mineral mentah dengan tujuan mendorong pengolahan di dalam negeri. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan nilai tambah yang signifikan bagi perekonomian nasional.
"Hilirisasi adalah kunci untuk mengoptimalkan sumber daya alam Indonesia. Ini bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga tentang kedaulatan energi dan keberlanjutan," ujar Dr. Alexander.
Alexander melanjutkan, salah satu ujian terbesar kebijakan hilirisasi adalah gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor bijih nikel. Gugatan ini menyoroti ketegangan antara hak kedaulatan negara dan aturan perdagangan internasional.
“Namun, di sisi lain, kebijakan ini berhasil meningkatkan kapasitas domestik dalam pengolahan mineral. Kapasitas smelter terus meningkat, membuka ribuan lapangan kerja baru di dalam negeri. Kita harus melihat ini sebagai kesempatan untuk membangun narasi yang mendukung posisi Indonesia,” imbuhnya.
Strategi Diplomasi: Menavigasi Sengketa Global
Dr Edy Irwansyah, anggota tim peneliti BINUS University yang lain mengatakan, kebijakan hilirisasi Indonesia tidak hanya melindungi kepentingan nasional, tetapi juga mendukung agenda global. Seperti transisi energi bersih melalui pemanfaatan nikel dalam baterai kendaraan listrik.
“Diplomasi ekonomi memainkan peran penting dalam menyelesaikan sengketa dan menarik investasi. Indonesia telah memperkuat Bilateral Investment Treaties (BITs) dan Treaties with Investment Provisions (TIPs) untuk menciptakan perlindungan hukum dan akses pasar yang lebih luas bagi investor asing,” ujar Edy.
Selain itu, lanjut Edy, strategi diplomasi Indonesia juga diarahkan untuk membangun kemitraan strategis dengan mitra dagang utama, seperti Tiongkok dan Korea Selatan, yang telah berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan smelter dan pabrik baterai kendaraan listrik.
"Diplomasi ekonomi bukan hanya tentang pertahanan kebijakan, tetapi juga membangun kepercayaan internasional. Langkah ini diperlukan untuk menciptakan stabilitas dan meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia,” ungkap Edy.
Teknologi sebagai Pengubah Permainan: Platform Petahilirisasi.id
Dalam era digital, teknologi menjadi tulang punggung implementasi kebijakan hilirisasi. Salah satu inovasi utama adalah Petahilirisasi.id, sebuah geodashboard berbasis mahadata dan kecerdasan buatan yang dirancang untuk memvisualisasikan dan menganalisis data hilirisasi mineral secara real-time.
Platform ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih terinformasi, mulai dari pemetaan lokasi smelter hingga analisis distribusi mineral.
"Teknologi ini adalah langkah maju dalam meningkatkan transparansi dan efisiensi pengelolaan sumber daya alam. Dengan mengintegrasikan data geospasial, Petahilirisasi.id juga mendukung strategi diplomasi dengan memberikan akses data yang komprehensif kepada mitra internasional,” ujar Edy.
Dalam menghadapi tantangan global, Indonesia memiliki semua potensi untuk menjadi pemain utama di sektor hilirisasi mineral. Dengan cadangan sumber daya yang melimpah, kebijakan yang adaptif, dan dukungan teknologi, langkah ini bukan hanya realistis tetapi juga menjanjikan.
“Hilirisasi mineral adalah jalan panjang menuju transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan komitmen kuat dari berbagai pihak, Indonesia berpeluang besar untuk menjadi kekuatan global di bidang pengolahan mineral, sekaligus mendukung visi Indonesia Emas 2045,” pungkas Edy. (S-1)