Dalam hasil survei yang diluncurkan Dewan Pers, Indeks Kemerdekaan Pers dinilai turun-2,21 poin dari tahun 2023 menjadi 69,36 poin. Menurut ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, hal ini menunjukkan kondisi pers yang tidak baik-baik saja.
Hal ini Ninik sampaikan pada acara peluncuran hasil survei IKP di Hotel Gran Melia, Selasa (5/11). Menurutnya, banyak orang yang mempertanyakan penurunan nilai ini kepada Dewan Pers.
“Saya bocorkan dulu ya, ini adalah tahun ketiga di mana IKP kita terus turun,” tuturnya.
“Mungkin bagi banyak pihak, ini banyak pertanyaan yang ditujukan kepada saya, ‘eh, apa nih yang dikerjakan Dewan Pers? Kok indeks kemerdekaan pers kita turun terus? Bukannya adanya Dewan Pers memberikan dukungan dan komitmen agar pers kita, IKP nya salah satunya, meningkat, bukan turun?’,” sambungnya.
Ninik pun berandai bila angka-angka ini bisa dimanipulasi. Namun faktanya, indeks kemerdekaan pers terus menurun. Menurut Ninik dengan fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa kondisi pers Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
“Kalau saja angka-angka ini boleh di create, dimanipulasi, mungkin bisa saja dijadikan angka yang setinggi tingginya, ya, tetapi faktanya tidak membunyikan ini,” ujarnya.
“Dan oleh karenanya, angka-angka ini adalah angka-angka yang salah satunya yang mencerminkan situasi pers kita yang memang dalam kondisi tidak baik-baik saja,” sambungnya.
Lalu, apa yang menyebabkan indeks kemerdekaan pers terus menurun?
"Dalam konteks ekonomi, rasanya dua tahun yang lalu, pada saat hari Hari Pers Nasional, Presiden Jokowi menyampaikan, belanja iklan kita lebih banyak digunakan untuk belanja iklan media sosial. Pertanyaan kita lalu, di mana komitmen pemerintah yang memang memiliki belanja iklan terbesar?" tanya Ninik.
Ia mengatakan, di berbagai kesempatan ia selalu menyerukan agar belanja iklan diupayakan semaksimal mungkin untuk belanja iklan pada perusahaan-perusahaan pers yang bekerja secara profesional. Menurut Ninik, ini salah satu bentuk dukungan, tanpa melakukan campur tangan langsung kepada redaksi.
"Hormati kerja pers kita yang ingin bekerja secara profesional, yaitu jauh-jauh dalam komitmen yang sudah disepakati antara Dewan Pers dan konstituen, serta multistakeholder, agar dalam membangun ekosistem pers kita tidak ada campur tangan pada ruang redaksi," kata Ninik.
"Jangan belanja iklan untuk belanja berita. Kita bersama-sama pernah mengingatkan pada pemerintah daerah agar bisa memisahkan antara ruang bisnis dengan ruang redaksi," sambungnya.
Kenapa hal ini penting? menurut Ninik karena hidup media bukan untuk kepentingan pers, tapi untuk pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk mengetahui seluk-beluk pembangunan di Indonesia.
Masyarakat perlu tahu agar masyarakat sedini mungkin bisa memitigasi kalau ada hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana-rencana penting yang sudah ditanamkan oleh pemerintah.
"Ini zaman keterbukaan informasi publik. Sejak perencanaan, pemerintah sudah meletakkan perencanaannya di website-website yang sehingga masyarakat bisa langsung mengakses," ucap Ninik.