PAKAR Israel, Ori Goldberg mengatakan Israel belum mengerahkan pasukannya di perbatasan Libanon. Itu berbeda dengan persiapan untuk serangan darat terhadap Gaza.
"Ketika Israel bersiap untuk menyerang Gaza, mereka mengerahkan atau mengumpulkan empat divisi yang jumlahnya puluhan ribu orang. Sejauh ini, Israel telah memindahkan dua resimen ke perbatasan utara dan itu tidak banyak," jelasnya dilansir Anadolu, Selasa (1/10).
Menurutnya, meskipun invasi darat mungkin hanya merupakan tahap lain dari eskalasi, namun hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat ditakuti oleh Israel.
Baca juga : Para Ahli PBB Kecam Israel Benarkan Serangan ke Warga Sipil Libanon
"Orang Israel takut bertemu Hizbullah di darat. Menggunakan keunggulan udara Israel dan mengebom dari udara adalah satu hal. Melawan pejuang Hizbullah di wilayah asal mereka adalah hal yang sangat berbeda," ujarnya.
Selain itu, beberapa upaya Israel sebelumnya untuk merebut wilayah Libanon menunjukkan bahwa Israel akan menghadapi tantangan jika mencoba melakukannya lagi, menurut Goldberg.
"Israel telah menginvasi Libanon setidaknya dua kali lagi sebenarnya, lebih seperti tiga kali. Sebenarnya, tidak ada satu pun dari masa-masa itu yang berhasil mereka lalui untuk tetap berada di Libanon dan mempertahankan tanah yang didudukinya. Terakhir kali kita melawan Hizbullah di darat pada 2006, mereka tidak berhasil," paparnya.
Baca juga : Israel Rilis Rekaman Pasukan dan Tanknya sebelum Invasi Darat Libanon
Kali ini, Tel Aviv juga harus menghadapi faktor tambahan berupa kelelahan pada angkatan bersenjatanya setelah setahun bertempur di Jalur Gaza, dengan Goldberg menggambarkan kondisinya sebagai "sangat buruk."
"Secara umum, para prajurit kelelahan. Militer kewalahan. Pertempuran di Gaza selama setahun telah meninggalkan jejaknya."
Giorgio Cafiero, CEO Gulf State Analytics, konsultan risiko geopolitik yang berpusat di Washington, mengatakan jika Israel melancarkan invasi darat di Libanon selatan, Hizbullah, yang mengetahui medan dan telah menghabiskan waktu puluhan tahun mempersiapkan skenario seperti itu, dapat memperoleh beberapa keuntungan besar.
"Hizbullah mungkin memiliki kesempatan untuk memerangi penjajah Israel di Libanon selatan melalui perang gerilya yang dapat membantu organisasi perlawanan tersebut bangkit kembali," kata Cafiero. (I-2)