Sektor bangunan disebut sebagai salah satu penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Kementerian PUPR akan membangun bangunan dengan konsep berkelanjutan berdasarkan peta zona iklim.
“Sektor bangunan yang ini juga merupakan tanggung jawab dan tugas yang diberikan amanahnya kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merupakan salah satu kontributor utama emisi gas rumah kaca,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Zainal Fatah, saat peluncuran peta zona iklim dalam rangka Hari Habitat dan Hari Kota Sedunia 2024 di Auditorium Kementerian PUPR, Jakarta Selatan, pada Selasa (1/10).
Zainal bilang sektor bangunan saat ini menyumbang sepertiga emisi gas rumah kaca. Walau begitu, sektor ini memiliki potensi besar untuk penghematan energi dan pengurangan emisi.
“Kita mencatat bahwa ini (sektor bangunan) menyumbang sepertiga dari total emisi gas. Di sisi lain, sektor bangunan juga menjanjikan potensi besar untuk penghematan energi serta pengurangan emisi,” lanjutnya.
Zainal menyebut peta zona iklim sampai data cuaca sangat penting sebagai acuan dalam membangun bangunan dengan konsep berkelanjutan dan menghemat energi. Hal ini juga sudah dilakukan di beberapa negara maju.
“Di sisi lain, beberapa negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang, telah memetakan zona iklim mereka untuk desain bangunan gedung yang berkelanjutan. Dengan demikian, kita juga menyediakan atau mendapat meraih potensi penghematan energi untuk masing-masing zona. Mereka-mereka juga menyediakan data cuaca standar untuk keperluan tersebut,” jelas Zainal.
Dengan adanya peta zona iklim pembangunan bangunan berkelanjutan dapat memperhatikan perbedaan temperatur dalam dan luar ruangan yang membuat bangunan dapat lebih dingin 4 sampai 5 derajat. Langkah inilah yang dapat mengurangi penggunaan Air Conditioner (AC).
"Kita punya contoh tadi satu di Tegal, tadi yang disampaikan dalam presentasi juga, bahwa perbedaan temperatur antara di luar dan di dalam, itu bisa mencapai perbedaannya ya, jadi lebih dingin 4-5 derajat gitu ya. Jadi kalau di luar itu 30 derajat, di dalam berarti sekitar 26-25 derajat. Sudah lebih nyaman ya, tanpa adanya AC," lanjut Zainal.
Saat ini proyek bangunan berkelanjutan sudah diterapkan pada bangunan di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan satu bangunan contoh di Tegal. Soal target pembangunan bangunan berkelanjutan, Zainal bilang akan ada pengukuran kembali nantinya.
"Kalau targetnya nanti, kita ukur lagi, seberapa misalkan kita di Tegal, kemudian IKN, bagaimana penerapannya nanti akan wujud, pasti di peraturan," kata Zainal.
Dalam merancang peta zona iklim, Zainal menjelaskan ada beberapa pihak yang terlibat selain Kementerian PUPR. Beberapa pihak tersebut adalah Badan Meteorologi-Klimatologi dan Geofisika (BMKG),serta Kagoshima University dan Hiroshima University dari Jepang.
“Saat ini, kita memiliki zona iklim untuk potensi pendinginan pasif dan data cuaca standar. Hal tersebut terealisasi berkat kolaborasi yang baik antara kami, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Meteorologi-Klimatologi dan Geofisika, Kagoshima University dan Hiroshima University, tentu dengan dukungan penuh dari Japan International Cooperation Agency (JICA),” ungkapnya.
Dalam riset peta zona iklim yang didukung JICA, Direktur Bina Teknik Pemukiman dan Perumahan Kementerian PUPR, Dian Irawati menjelaskan skema yang dipakai adalah skema hibah.