Kerancuan Pendidikan, Pelayanan, dan Pembiayaan Kesehatan

1 month ago 15
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Kerancuan Pendidikan, Pelayanan, dan Pembiayaan Kesehatan Dr. Zul Asdi, Sp.B, Mkes, MH Dokter Spesialis Bedah, Koordinator FORKOM IDI(Dok Pribadi)

DALAM sebuah pertemuan ilmiah bidang bedah, saya berbincang dengan seorang rekan dokter ahli bedah. Ia menyampaikan bahwa motivasi mengikuti kegiatan ilmiah terkadang lebih bersifat ajang "reuni", sekadar menambah SKP (Satuan Kredit Profesi), dan sedikit memperdalam ilmu. Ia mencontohkan pengalamannya mengikuti workshop ilmu bedah. Setelah mendapatkan sertifikat kompetensi, ternyata dalam praktik sehari-hari, keterampilan tersebut tidak diakui atau bahkan dilarang untuk dipraktikkan. Ilmu yang diperoleh menjadi sia-sia tanpa kesempatan untuk diterapkan.

Ketika saya bertanya mengapa hal ini bisa terjadi, ia menjelaskan bahwa pihak rumah sakit tidak mengizinkan karena dikatakan asuransi kesehatan tidak akan membayar prosedur tersebut. Selain itu, perdebatan tentang kompetensi dokter di Indonesia dinilainya semrawut

Berdasarkan Permenkes No. 1 Tahun 2012, sistem rujukan pasien dibagi menjadi tiga tingkatan kompetensi: Dokter Umum, Dokter Spesialis, dan Dokter Subspesialis. Begitu juga sistem rujukan BPJS Kesehatan yang mengikuti pola piramida serupa. Namun, jika mengacu pada STR (Surat Tanda Registrasi) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran, hanya ada STR untuk Dokter Umum dan Dokter Spesialis, tanpa STR khusus untuk Subspesialis. Subspesialis hanya dianggap sebagai pendalaman ilmu, namun STR tetap sebagai Dokter Spesialis.

Baca juga : Kemenkes Rancang Insentif PPDS Hospital Based, ini Kisarannya

Dalam hal pembiayaan, tidak ada perbedaan tarif INA-CBGs untuk tindakan bedah yang dilakukan oleh Spesialis atau Subspesialis, biayanya tetap sama. Ada pendapat yang mengusulkan agar Subspesialis diberi kompensasi lebih tinggi karena mereka menangani prosedur bedah yang lebih teknis, canggih, dan berbiaya tinggi. Namun, dalam praktiknya, seorang Subspesialis yang telah menempuh pendidikan tinggi masih harus melakukan operasi minor yang bisa dilakukan oleh dokter umum. Ini menciptakan ketidaksesuaian antara pendidikan dan praktik di lapangan.

Selain itu, ada asumsi bahwa asuransi kesehatan turut campur dalam menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh dokter di rumah sakit. Padahal, hal ini seharusnya menjadi wilayah profesi dan rumah sakit. Sayangnya, pedoman dari Kementerian Kesehatan belum jelas, sehingga menimbulkan kebingungan. Kerancuan lainnya adalah tidak adanya aturan yang mengatur penempatan dokter Spesialis dan Subspesialis di berbagai tipe rumah sakit. Dokter bisa ditempatkan di rumah sakit tipe C, B, A, bahkan di puskesmas tanpa alat kesehatan dan obat yang memadai.

Hal ini menunjukkan bahwa sistem pembiayaan kesehatan, pelayanan, dan pendidikan dokter tidak saling bersinergi. Jika kita meninjau kembali kurikulum pendidikan dokter yang ada, pertanyaannya adalah, apakah kompetensi yang diperoleh selama pendidikan diakui oleh asuransi kesehatan? Seringkali kompetensi ini tidak diakui atau dibatasi. Kompetensi tambahan dari kegiatan ilmiah bersertifikat pun sering kali hanya sekadar formalitas, sementara dokter umum lebih difungsikan sebagai ahli administrasi. Padahal di banyak negara, dokter umum berperan sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan.

Baca juga : 7 Dokter Tangani Pria Obesitas Berbobot 200 Kg di Tangerang

Untuk dokter spesialis, terutama dokter bedah, jumlah yang ada saat ini masih kurang untuk memenuhi kebutuhan layanan bedah di Indonesia. Oleh karena itu, jumlah dokter bedah perlu ditambah dan kompetensinya ditingkatkan. Dalam sejarah ilmu bedah, perhimpunan bedah adalah yang pertama kali menggunakan istilah "kolegium". Namun, seiring perkembangan ilmu bedah, cabang-cabang bedah lainnya juga berkembang pesat dan membentuk perhimpunan serta kolegium masing-masing.

Posisi bedah umum kini tumpang tindih dengan berbagai cabang bedah lainnya. Jika tidak ditangani dengan bijak, hal ini akan menyebabkan gesekan terus-menerus, baik di ranah pendidikan maupun pelayanan. Seperti yang telah disebutkan, kompetensi sudah dipelajari, tetapi praktiknya dilarang. Masalah lain muncul ketika residen bedah mengeluh karena kurangnya kesempatan praktik di bidang yang mereka pelajari selama pendidikan PPDS. Ini menjadi kendala besar mengingat pemerintah membutuhkan lebih banyak dokter bedah yang kompeten untuk melayani wilayah Indonesia yang luas.

Kesimpulannya, kerancuan yang terjadi pada dokter spesialis, seperti dokter bedah, juga dialami oleh spesialis lain. Program pendidikan berkelanjutan yang ada saat ini lebih terkesan sebagai ajang berburu SKP. Semoga di bawah pemerintahan baru, kolaborasi antara pendidikan, pelayanan, dan pembiayaan kesehatan dapat berjalan lebih baik demi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. (H-2)
 

Read Entire Article