SETELAH berjuang selama hampir 20 tahun, pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah memiliki Surpres dan DIM dan telah ada di meja pimpinan DPR RI sejak Mei 2023, kembali digagalkan sehingga beleid tersebut akan berstatus dilimpahkan (carry over) untuk dibahas DPR periode 2024-2029.
Ajeng Astuti dari SPRT Sapulidi mengatakan penolakan pengesahan RUU PPRT pada paripurna terakhir DPR RI kemarin 30 September 2024 menjadi hari kelabu bagi para PRT. RUU yang diharapkan bisa menjadi dasar perlindungan bagi jutaan PRT kembali digagalkan kembali untuk disahkan oleh Pimpinan DPR RUU PPRT tidak dimasukkan dalam agenda rapat penutupan DPR RI.
“Bu Puan berjanji untuk mendengarkan aspirasi rakyat. Kami meminta dibuktikan segera, yaitu komitmen politik yang memihak RUU PPRT yang merupakan bentuk perlindungan negara kepada para perempuan miskin kepala keluarga, yaitu PRT,” kata Ajeng Astuti dari SPRT Sapulidi dalam keterangan resmi di Jakarta pada Selasa (1/10).
Baca juga : Koalisi Masyarakat Sipil Sindir Puan Soal RUU PPRT: Semoga Terketuk Pintu Hatinya
Kendati demikian, Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini mengapresiasi Ketua Baleg karena menyelamatkan RUU PPRT menjadi RUU carry over sehingga pembahasan tak akan kembali dari awal. Ia berharap RUU PPRT dapat segera disahkan pada awal pemerintahan mendatang.
“Koalisi Sipil sangat mengapresiasi inisiatif Ketua Baleg Bp Wihadi Wiyanto dari Gerindra atas inisiatif penyelamatan RUU PPRT tersebut,” kata Lita.
Upaya penyelamatan RUU PPRT oleh Gerindra tersebut diperkuat dengan pernyataan Wakil Ketua DPR dari Gerindra Sufmi Dasco yang menyatakan bahwa RUU PPRT bersama RUU Penyitaan Aset dan RUU Hukum Adat menjadi RUU yang dilimpahkan ke DPR baru.
Baca juga : Nasib RUU PPRT Ada di Tangan Puan Maharani Besok
“Para PRT sangat berterima kasih kepada Bapak Dasco yang berinisiatif menyelenggarakan FGD pada tanggal 3 dan 19 September 2024 sehingga mengembalikan RUU PPRT ke meja agenda diskusi di DPR setelah selama hampir dua tahun didiamkan Ketua DPR,” ujar Ema perwakilan dari Asppuk.
Perwakilan dari LBH Apik Jakarta, Aprillia menyatakan sangat kecewa dengan sikap pimpinan DPR, sebagai seorang perempuan yang memiliki kuasa terhadap proses legislasi, seharusnya Puan Maharani bisa berpihak pada perempuan terutama kelas pekerja rentan.
“Kami dikalahkan karena kelas kami, meski jumlah kami jutaan tetapi keluasan DPR kan dari kami, rakyat miskin. Mengapa tidak amanah?” katanya.
Baca juga : Selama RUU PPRT Disandera DPR, Praktik Perbudakan Modern akan Langgeng di Indonesia
Perwakilan dari Institut Sarinah, Endang Yuliastuti mengatakan sebanyak 60 orang anggota Koalisi Sipil dan PRT hadir di Gedung Nusantara 2 saat rapat paripurna terakhir DPR RI periode 2019-2024, tetapi hanya 8 orang yang berhasil masuk di balkon ruang sidang.
“Kami digeledah 5 kali, ini keterlaluan. Semenatara kawan-kawan terganjal di pintu masuk meskipun kami sudah menulis surat ke Biro Persidangan maupun kesekjenan. Demi marwah yang bagaimana? Ini arogansi Dewan, padahal dulu ramah dan akomodatif ke rakyat?" keluh Endang.
Endang menilai sepanjang 20 tahun pengalaman dalam berdiskusi dan mengadvokasikan RUU PPRT di DPR, baru lima tahun ini para PRT merasakan aturan yang sangat ketat dan menjauhkan akses PRT untuk berpartisipasi di DPR meskipun sebatas pemantau.
Baca juga : Tersisa Waktu 6 Bulan, Nasib RUU PPRT Masih Terus Digantung Ketua DPR
“Tata kelola DPR seharusnya merakyat, tidak berjarak dengan rakyat yang diwakilinya. Marwah DPR harusnya ramah, fleksibel dan melayani,” jelasnya.
Koalisi Masyarakat Sipil berharap kepada pimpinan dan para anggota DPR yang baru agar menjalankan kekuasaan lebih merakyat dan pro kerakyatan, serta cepat tanggap pada aspirasi rakyat kecil dan bersikap negarawan.
“Pengalaman hari ini begitu mengecewakan para PRT. Perjuangan keras dan lama dimuntahkan kembali oleh Ketua DPR dan (kami) mendapat perlakuan tidak ramah dari pamdal,” katanya. (H-2)