SATU hari di akhir September 1965, enam Jenderal Angkatan Darat Republik Indonesia dan satu Perwira diculik dan dibunuh. Jasad mereka ditemukan di sebuah sumur tua di kelurahan yang berjuluk Lubang Buaya, Jakarta Timur.
G30S adalah sebuah malam kelam yang membingungkan dalam sejarah Indonesia. Setiap 30 September, masyarakat mengingat kembali tragedi kemanusiaan yang menjadi catatan kelam bangsa ini. Di kemudian hari setelahnya, korban tumbang lebih masif lagi dari pihak sipil.
Hampir setengah abad berlalu, peristiwa yang melibatkan dua kubu (TNI dan PKI) bahkan seluruh komponen negara dan menarik perhatian secara nasional dan internasional. Penelitian mengenai Peristiwa 65 telah banyak dilakukan oleh peneliti dari berbagai sudut pandang, sebagian di antaranya dilihat dari sudut pandang pandang politik.
Baca juga : Apakah Soekarno Terlibat G30S/PKI? Mengupas Fakta di Balik Tuduhan
Sementara itu, memori kolektif yang mendorong kita untuk melihat sejarah ini sebagai bagian konstruksi yang sifatnya dinamis di masa kini, juga hadir dalam koridor humaniora. Salah satunya yang dihadirkan oleh channel Keep History Alive.
Melalui interaksi bersama saksi sejarah terutama pihak keluarga atau keturunan pertama, media ini menjadi bagian dari repository yang menarik untuk melihat peristiwa bersejarah ini dari sisi kemanusiaan.
Wawancara terkait di antaranya dengan keluarga para Perwira Tinggi yang menjadi korban (Jenderal Ahmad Yani, Letjen MT Haryono, Mayjen D.I. Pandjaitan, Mayjen Sutoyo, Letjen Suprapto, Brigjen Katamso, Kolonel Sugiono, Kapten Pierre Tendean), Jenderal Besar AH Nasution, penyintas 65, serta napak tilas di lokasi-lokasi kejadian berlangsung.
Baca juga : Hentikan Perpanjangan Dendam Masa Lalu
Ahmad Nowmenta Putra, sosok di balik kanal itu layak dianggap inspiratif. Di tengah gemerlapnya era digital dan dominasi media sosial pada kehidupan masyarakat khususnya generasi muda, masih ada yang gigih memperjuangkan pentingnya memahami sejarah. Terlebih dengan kendala metode pembelajaran yang minus integrasi teknologi.
“Pembuatan konten sejarah memang tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada riset dan analisa komprehensif agar informasi yang disampaikan tidak salah. Meski menghadirkan narasumber, sebelum dan sesudah produksi kita tetap lakukan diskusi dengan beberapa pihak. Bahkan proses setelah nya itu yang biasanya makan waktu lama.” ujar pria yang sehari-hari berprofesi sebagai bankir di salah satu Bank BUMN ini.
Metode ini tentu menjadi salah satu solusi dan inovasi untuk menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan minat masyarakat terutama generasi muda pada sejarah. Metode pengajaran tak hanya sebatas hafalan hari dan tanggal peristiwa.
Baca juga : Sejarah dan Tema Hari Kesaktian Pancasila
“Kisah-kisah kemanusiaan yang disampaikan dengan pendekatan personal tak bisa dipungkiri menjadi pemantik yang menarik perhatian masyarakat dewasa ini. Dari sanalah penetrasi sejarah dan kebangsaan pun terjadi. Sejarah menjadi pondasi yang mengajarkan kita untuk memahami kompleksitas masa lalu dari beragam perspektif, yang membentuk dunia kita saat sekarang. Dari sana diharapkan ada kebanggaan yang bermuara pada masa depan yang lebih baik lagi,” papar pria yang menjadikan sejarah sebagai hobi itu.
Menyoal tentang Peristiwa 65 yang membawa pergolakan dan perubahan politik di negeri ini setelahnya, kisah tentang konflik yang terus diwariskan dari sejarah ini terus mendengung.
Menurut Menta, memandang sejarah dengan sifatnya yang multidimensi itu perlu.
“Karena peristiwa yang terjadi sedianya dilihat dari berbagai perspektif. Sebagaimana pelaku dari pihak-pihak yang terlibat, korban dari pihak yang berlawanan, hingga orang-orang awam yang ada di tempat dan waktu yang salah. Ini bisa menjadi ikhtiar untuk melepaskan beban sejarah masa lalu tanpa melupakan. Sama seperti kemasan di channel saya yang tidak membuat konklusi dari setiap wawancara. Semua saya sampaikan apa adanya agar masyarakat yang mencerna dan merumuskan kesimpulannya sendiri,” tegas penulis buku ‘Jejak Sang Ajudan, Sebuah Biografi Pierre Tendean’ itu menutup perbincangan. (Z-1)