Kementerian ESDM buka-bukaan soal tantangan utama proyek Pipa Transmisi Gas Bumi Cirebon-Semarang (Cisem) yang sempat mangkrak hampir 2 dekade. Kini, proyek tersebut dikebut dan ditargetkan rampung di awal 2026.
Sejatinya, proyek pipa gas transmisi Cisem ini dimulai tahun 2006. Namun, setelah berulang kali berganti kontraktor, Proyek Strategis Nasional (PSN) itu akhirnya dibiayai oleh APBN mulai tahun 2022, secara kontrak tahun jamak (multi-years contract).
Pembangunan proyek ini juga dibagi menjadi dua tahap. Tahap I yaitu ruas Semarang-Batang sepanjang 60 km dengan total anggaran Rp 1,1 triliun. Pipa ini sudah rampung dan mengalirkan gas ke Kawasan Industri Kendal mulai November 2023 dan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) pada Juli 2024.
Kemudian pembangunan Cisem Tahap II baru mulai konstruksi pada Senin (30/9). Pipa transmisi gas sepanjang 245 km ini mencakup ruas Batang-Cirebon-Kandang Haur Timur dengan nilai anggaran Rp 2,7 triliun. Rencananya, proyek ini bisa rampung di kuartal I 2026.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, optimistis pipa Cisem Tahap II bisa rampung dalam waktu 18 bulan saja, sebab tidak membutuhkan pembebasan lahan.
"Alhamdulillah proyek Cisem I dan Cisem II itu tidak ada tahapan pembebasan lahan. Jarang kita bisa bikin proyek itu selesai 18 bulan. Kita bisa bikin itu karena kita tidak ada tahapan pembebasan lahan," jelasnya kepada awak media di KITB, dikutip Selasa (1/10).
Kendati begitu, Laode menuturkan tantangan pertama adalah perlu ada serangkaian proses perizinan untuk Cisem Tahap II, lantaran proyek ini melewati beberapa aset Kementerian PUPR seperti jalan nasional dan jalan tol, serta infrastruktur swasta lainnya.
Tidak hanya itu, lanjut dia, pelajaran penting yang bisa dipetik dari pelaksanaan proyek Cisem Tahap I adalah dari sisi kajian potensi pasar yang jelas. Dia mengakui bahwa hal ini yang membuat proyek ini sempat mandek.
"Pelajarannya adalah, kalau kita bangun pipa gas itu kita harus bisa memastikan dulu dulu potensi pasarnya jelas. Kenapa? Karena pipa ini begitu naik, dia kan harus mengalir dan dia juga membutuhkan investasi tinggi di hulu. Kalau tidak jelas, makanya yang membangun pipa ini juga tidak bisa cepat," ungkap Laode.
Laode menuturkan potensi pasar ini ditentukan melalui uji kelayakan (feasibility study/FS). Namun, kata dia, pihak swasta yang melaksanakan proyek ini tidak kunjung menetapkan potensi pasar yang pasti. Baru ketika pemerintah mengambil alih, proyek ini langsung terakselerasi.
"Terhenti itu karena kan sebelumnya yang memenangkan hak untuk membangun itu kan swasta, bukan pemerintah, itu tidak jalan karena mencari demand yang pasti. Demand yang pasti itu ternyata driving force-nya kalau secara bisnis to bisnis itu agak sulit, makanya diangkat levelnya ke level pemerintah," tuturnya.
Pemerintah, menurut dia, lebih berwenang dan leluasa dibandingkan swasta dalam membentuk potensi pasar, yang akhirnya sukses meningkatkan permintaan gas dari pipa transmisi gas Cisem tersebut.