Haiti menghadapi krisis tak berujung. Negara tersebut tengah tenggelam dalam kekacauan dan ketidakstabilan. Seiring meningkatnya kekuatan geng bersenjata yang menguasai ibu kota, Port-au-Prince, ancaman terhadap keamanan nasional dan rakyat Haiti pun meningkat pesat.
Kondisi ini bahkan memaksa Amerika Serikat mengevakuasi sebagian staf kedutaannya di negara itu sejak Maret lalu.
Namun, bagaimana Haiti bisa sampai pada titik ini?
Dikutip dari sejumlah sumber, sejarah panjang ketidakstabilan politik, kemiskinan, dan kekerasan geng menjadi akar yang membawa negara ini menuju status “negara gagal”.
Sejarah Panjang Ketidakstabilan Politik dan Pemimpin yang Lemah
Krisis Haiti tak terjadi dalam semalam; kondisi ini adalah akumulasi dari dekade ketidakstabilan politik.
Pemilu belum diadakan sejak 2016; presiden terakhir Haiti, Jovenel Moïse, dibunuh pada 2021.
Setelah pembunuhan Moïse, Ariel Henry mengambil alih kekuasaan sebagai perdana menteri, namun kepemimpinannya itu memicu keretakan di masyarakat.
Hingga Maret lalu, Henry belum berhasil menggelar pemilu, sehingga masa jabatan presiden dan sebagian besar anggota parlemen tetap kosong.
Sebulan kemudian Henry mengundurkan diri dan dewan transisi mengambil alih posisinya. Ia kemudian digantikan sementara oleh Garry Conille yang baru saja dipecat pada Senin (11/11). Dewan tersebut menunjuk Alix Didier Fils-Aimé sebagai penggantinya.
Hampir enam tahun tanpa parlemen yang berfungsi membuat pemerintah Haiti kehilangan kendali. Ini juga yang membuka jalan bagi geng-geng bersenjata di negara tersebut untuk memperluas pengaruh mereka.
Sejak kudeta militer pada awal 1990-an hingga saat ini, Haiti mengalami kesulitan untuk menegakkan demokrasi yang stabil. Negara ini sangat rentan terhadap krisis politik, karena pemilu sering ditunda atau tidak diadakan sama sekali.
Lemahnya institusi negara mengakibatkan pemerintahan yang tidak memiliki legitimasi, sehingga tidak mampu merespons tuntutan rakyat. Dalam kondisi seperti ini, geng-geng bersenjata dengan mudah mengisi kekosongan kekuasaan yang ada.
Geng Bersenjata: Kekuatan yang Menguasai Negara
Ketidakmampuan pemerintah untuk menekan geng-geng bersenjata membuat kekerasan menjadi fenomena yang mendarah daging di Haiti. Hingga saat ini, terdapat sekitar 200 geng yang aktif di Haiti, di mana sekitar 95 di antaranya berada di Port-au-Prince. Menurut data terbaru PBB, para gangster itu telah berhasil menguasai 85 persen wilayah ibu kota.
Geng-geng ini bukan sekadar kelompok kriminal kecil, tetapi organisasi besar yang mengendalikan berbagai sektor ekonomi, terutama pelabuhan dan terminal minyak. Mereka memberlakukan “pajak perlindungan” kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka.