Mahkamah Konstitusi (MK) larangan politik uang dalam pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tengah Pemilu. Seluruh permohonan tidak diterima.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Suhartoyo di ruang sidang MK, Jakarta, hari ini.
Dalam persidangan ini, pemohon menggugat Pasal 523 ayat (1) dan ayat (2) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Beleid itu mengatur orang-orang yang dilarang melakukan politik uang dalam pesta demokrasi.
Pemohon menilai frasa ‘setiap orang’ dalam beleid itu masih ada celah. Sebab, tidak menyakup tim kampanye pasangan yang tidak terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pemohon menilai celah itu merupakan bagian dari kecurangan dalam pemilu. Namun, majelis menilai tidak ada permasalahan.
Suhartoyo menjelaskan frasa ‘setiap orang’ yang digugat pemohon sudah terkandung dalam beleid lain. Contohnya, Pasal 269 ayat (1), Pasal 270 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 271 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
“Sebab, dalam ketentuan pasal-pasal di atas telah mengatur juga frasa ‘setiap orang’ dengan menggunakan frasa ‘orang seorang’ yang menjadi bagian dari unsur pelaksana kampanye,” ucap Suhartoyo.
Mahkamah juga menilai pasal yang digugat oleh pemohon tidak memberikan pertentangan dalam kepastian hukum. Karenanya, gugatan itu ditolak karena pemohon dinilai tidak mempertimbangkan beleid lain yang mengikat.
“Dengan demikian, permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo.
Putusan itu di disepakati oleh delapan hakim konstitusi. Mereka yakni Suhartoyo, Arief Hidayat, Daniel Yusmic P Foekh, Anwar Usman, Enny Nurbaningsih, M Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Asrul Sani. (Can/P-2)