Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan keberadaan PKA mempermudah penilaian kredit seseorang atau suatu perusahaan. Dalam hal ini, pemberi kredit akan mengandalkan informasi berupa data-data yang tersedia dari sumber mana pun.
“Jadi informasi apa pun yang datang dari mana pun, padahal hakekatnya bisa dimanfaatkan untuk menilai apakah seseorang itu layak dapat kredit atau tidak. Jadi tidak mengandalkan satu sumber, intinya begitu,” kata Dian kepada wartawan di Mall Kota Kasablanka, Selasa (12/11).
Adapun, beberapa data yang menjadi indikator penilaian kredit berasal dari catatan pembayaran utilitas seperti tagihan listrik, telepon, apartemen, dan lain-lain. Kemudian juga, kegiatan calon debitur itu di sosial media.
Dian menjelaskan, sumber data sosial media itu akan diperoleh melalui kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi dan berbagai lembaga terkait.
“Nanti kita antar kerja sama dengan telekomunikasi, kerja sama dengan berbagai lembaga itu. Tidak sporadis gitu. Tapi intinya adalah tadi yang saya bilang, structure and structure information itu bisa dipakai untuk bagaimana untuk menilai (kelayakan calon debitur),” tegasnya.
Dian membeberkan, aktivitas calon debitur di media sosial salah satunya Instagram bisa menjadi indikator penilaian kredit.
“Bisa, bisa (Instagram jadi indikator penilaian kredit). Makanya hati-hati, ya,” kata Dian.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi, mengungkapkan rencana penggunaan data alternatif seperti aktivitas media sosial dan riwayat tagihan listrik atau telepon sebagai bagian dari indikator penilaian kredit.
“Kita semua ini individu yang selama ini tidak punya data historis kredit, biasanya kalau ingin mengakses pendanaan dari perbankan, dari fintech lending, dari multifinance ditolak karena kita belum punya track record, belum punya sejarah kredit sebelumnya. Nah, dengan adanya Alternative Credit Scoring, dia memanfaatkan data-data di luar historis kredit,” kata Hasan.
Hasan mengatakan, data-data historis yang dimaksud berasal dari kegiatan calon debitur di sosial media. Kemudian catatan pembayaran utilitas seperti tagihan listrik, telepon, apartemen, dan lain-lain.
Hasan melanjutkan, penilaian skor kredit nantinya akan mengacu pada SLIK, PKA, dan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). Meski begitu, Hasan menyebut LPIP lebih banyak memanfaatkan data historis kredit dengan model tertentu dalam menyediakan credit scoring.
“Tapi kan banyak masyarakat kita nih mayoritas tidak punya data historis kredit. Sayang juga kan kalau mereka kemudian tidak terlayani. Nah, muncul lah kebutuhan itu, dan dijawab dengan hadirnya lembaga pemeringkat kredit alternatif ini,” tutur dia.
Hasan mengatakan, kehadiran PKA bakal membuka akses bagi pihak yang masih unbanked, serta memperluas segmen pasar baru bagi para peminjam. Di samping itu, PKA juga bisa mencegah potensi gagal bayar.