Optimistis Menuju Kemandirian Energi Nasional dan Emisi Nol

5 days ago 5
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Optimistis Menuju Kemandirian Energi Nasional dan Emisi Nol Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata, salah satu harapan Indonesia untuk mencapai kemandirian energi nasional dan nol emisi.(MI/SUMARIYADI)

DUA pertanyaan besar melingkupi persoalan energi di negeri ini. Yang pertama Indonesia sudah meratifikasi Paris Agreement, sehingga harus mewujudkan zero emisi atau net zero emission (NZE) pada 2060. Tidak ada lagi penggunaan sumber bahan bakar dari fosil.

Soal kedua ialah mewujudkan kemandirian energi nasional. Terkait ini, kondisinya masih runyam, khususnya pada soal bahan bakar minyak (BBM).

Indonesia mengimpor lebih dari 50% total konsumsi minyak dan BBM nasional. Pada 2023 konsumsi minyak nasional adalah 518 juta barel, dan 297 juta barel di antaranya dipenuhi dari impor.

Data yang dimiliki Kementerian ESDM menunjukkan angka yang sangat tidak menggembirakan. Kementerian ESDM menargetkan kemandirian energi nasional bisa mencapai 80% pada 2029.

Di sisi lain, capaian bauran energi baru terbarukan (EBT) berjalan lamban. Pada 2024, misalnya, pemerintah menargetkan bauran EBT mencapai 19,5%, namun realisasinya hanya 14,65%.

Setahun kemudian, pada 2025, total bauran sudah naik menjadi 16%. Angka ini juga masih jauh dari target yang dipatok sebesar 23%.

Namun, angka-angka itu tidak membuat Profesor Tri Yuswidjajanto Zaenuri pesimistis. Pakar konversi energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu, sangat optimistis kemandirian energi nasional bisa terlaksana di Indonesia.

"Kita punya banyak potensi menuju ke sana. Indonesia memiliki banyak sumber energi baru terbarukan dan energi berbahan baku nabati," jelasnya  dalam diskusi : Setahun Pemerintahan Baru, Bagaimana Kemandirian Energi Nasional? yang digelar Ikatan Wartawan Ekonomi Bisnis (IWEB) di Bandung, akhir pekan lalu.


Etanol


Saat ini, lanjut dia, pemerintah sudah menerapkan penggunaan etanol hingga 10% pada bahan bakar. Etanol merupakan pengganti BBM yang dibuat dari nabati, seperti jagung, tebu dan singkong. Etanol ramah lingkungan karena merupakan karbon netral dan tidak menambah emisi CO2.

"Secara logika, kebaikan etanol bisa dijelaskan. Namun, saat ini, masyarakat gampang termakan isu media sosial yang menyatakan etanol berbahaya untuk mesin kendaraan," tambah Prof Yus, panggilan akrabnya.

Dari sisi penggunaan BBM, seperti bensin dan disel, dari hari ke hari, porsi sumber energi berbahan fosil terus dikurangi. Untuk BBM disel, saat ini sudah 40% dicampur bahan nabati dan tahun depan mencapai 50%.
Sementara bensin menuju 10% dengan campuran etanol.

"Suatu saat, pelan-pelan, kebutuhan BBM dari fosil akan semakin sedikit. Yang lainnya dipasok produk ramah lingkungan dari dalam negeri," tandasnya.

Ke depan, pabrik etanol harus dibangun lebih banyak di banyak daerah, banyak depo dibangun, sehingga transportsi bisa lebih murah. Sekaligus bisa ikut melestarikan lingkungan.

Indonesia, lanjut Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB ini, ke depan akan menggantikan PLTU dengan memanfaatkan energi biomassa dan gas alam.

"PLTD di banyak pulau-pulau kecil bisa digantikan dengan pembangkit listrik tenaga surya dan kincir angin. Gelombang laut juga bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik," paparnya.

Prof Yus optimistis jika pemerintah konsisten dan komit dengan program, biaya disediakan dan tidak dikorupsi dan semua dibenahi, upaya menuju kemandirian energi nasional bisa dilakukan. Begitu juga dengan upaya merealisasikan nol emisi sangat bisa terwujud.

"Tidak hanya pemerintah tentu saja. Semua penduduk, kita semua juga harus mau dan ikut berkontribusi," tegasnya.

Di tempat yang sama, Dosen Program Doktor Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Bandung (FEB Unisba), Prof Ima Amaliah, mengatakan program swasembada energi sudah seharusnya dijalankan sejak lama, bahkan sejak masa kejayaan minyak Indonesia di era 1980-an. Saat itu, hasil dari sektor migas seharusnya dimanfaatkan untuk membangun fondasi energi nasional yang mandiri.

“Saya mengapresiasi langkah pemerintah saat ini. Program swasembada energi adalah langkah yang tepat dan sudah seharusnya menjadi agenda nasional lintas pemerintahan,” tambahnya.

Menurut Ima, momentum menuju kemandirian energi saat ini sangat tepat karena dunia tengah menghadapi tantangan perubahan iklim. Indonesia pun sudah terikat pada komitmen Paris Agreement atau perjanjian Paris untuk mencapai net zero emission paling lambat pada 2060.

"Karena itu, transformasi menuju energi bersih seperti bioetanol merupakan bagian dari kewajiban global," tegasnya.

Aturan bertumpuk

Pada kesempatan yang sama, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Padjadjaran Yogi Suprayogi melihat upaya menuju kemandirian energi nasional dan penggunaan energi hijau masih terkendala. Salah satunya, banyaknya peraturan yang bertumpuk yang mengatur sektor keenergian.

"Undang-undang yang mengatur keenergian sudah sangat banyak dan over regulasi. Sudah terlalu banyak, bahkan sampai ke tingkat desa," ungkapnya.

Banyaknya aturan, lanjut dia, justru membuat masyarakat Indonesia tercekik. Untuk itu dibutuhkan upaya untuk membereskan peraturan, terutama aturan yang receh, karena aturan ini yang paling banyak membebani rakyat.

Yogi mengusulkan adanya UU payung atau omnibus law di sektor keenergian. UU payung dibutuhkan karena banyaknya UU terkait energi yang ternyata justru kontraproduktif.

"Saya berharap UU payung ini bisa secepatnya dibuat di Indonesia. Seperti UU Omnibus Law yang mengatur soal ketenagakerjaan yang bisa berlangsung cepat, yang membuat dunia juga keheranan," tambahnya.

Dia berharap UU payung keenergian tidak menjalankan kebiasaan lama. "Pembuatan UU di Indonesia itu biasanya berlangsung dan membutuhkan waktu yang lama, jika menyangkut oligarki. Sementara aturan untuk menekan rakyat dan kesejahteraan rakyat bisa terlaksana dengan cepat," tandasnya.

Read Entire Article