GURU besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Bambang Hero Saharjo dilaporkan ke Polda Bangka Belitung oleh organisasi masyarakat Putra Putri Tempatan Bangka Belitung setelah menjadi ahli untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus megakorupsi tata kelola timah. Pemolisian Bambang dicap sebagai bentuk judicial harassment alias pelecehan hukum.
"Judicial harassment merupakan bentuk ancaman kepada pembela HAM melalui penyalahgunaan hukum untuk melakukan intimidasi dan pembungkaman kritik melalui jalur hukum," kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (11/1).
ICW mencatat, pelaporan Bambang ke aparat penegak hukum bukan terjadi kali ini saja. Pada 2018, Bambang juga pernah digugat secara perdata oleh terdakwa kasus dugaan korupsi pengeluaran izin pertambangan yang dilakukan oleh mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam.
"Upaya judicial harassment ini merupakan serangan terhadap saksi ahli sehingga akademisi memiliki kerentanan mendapatkan intimidasi ketika memberikan keterangan ahli untuk upaya pengungkapan kasus korupsi," ujar Agus.
Agus berpendapat, pemolisian Bambang bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10/2024 tentang Perlindungan Hukum bagi Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat.
Pasal 2 ayat (1) beleid itu menyatakan dengan jelas bahwa orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Selain itu, dijelaskan juga bahwa orang yang memperjuangkan lingkungan hidup yakni akademisi maupun ahli.
ICW mendesak Polda Bangka Belitung untuk menolak laporan yang disampaikan oleh pihak pelapor karena tidak sejalan dengan Permen-LHK 10/2024. Menurut Agus, polisi terlibat dalam serangan terhadap pemberantasan korupsi jika tetap melanjutkan laporan.
Bambang Menolak Tudingan
Bambang sendiri menolak tudingan telah membuat keterangan palsu sebagaimana yang dilaporkan terhadap dirinya terkait statusnya sebagai ahli untuk menghitung kerugian kasus korupsi timah. Pasalnya, ia diminta langsung secara resmi oleh Kejaksaan Agung selaku penyidik kasus tersebut.
"Palsunya itu di mana? Kalau saya dikatakan memberikan keterangan palsu di persidangan, mestinya dari awal sudah ditolak dong sama majelis hakim," jelas Bambang.
Dalam menghitung kerugian kasus timah, ia menjelaskan bahwa sudah mengikuti sejumlah hal yang disyaratkan, misalnya, memastikan area yang dihitung memang mengalami kerusakan lingkungan. Lalu, Bambang juga melakukan sampling pada wilayah yang diduga rusak yang hasilnya positif rusak.
"Dan untuk memastikan seperti apa kondisi awal dan sebagainya, saya menggunakan citra satelit itu. Jadi saya tahu 2015 seperti apa, 2016, 2017, 2018, 2019, 2020, bahkan gambarnya pun clear itu dilihat dari udara ya, dari satelit. Bahkan saya kan ke lapangan. Bahkan di harga sidang pun saya paparkan itu videonya itu dan saya ambil pakai kamera saya sendiri," paparnya.
Lebih lanjut, Bambang juga menegaskan bahwa majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menerima hasil kerugian negara yang dihitungnya. Kerugian itu juga digunakan penyidik Kejaksaan Agung yang kemudian dilengkapi oleh perhitungan BPKP.
"Sehingga dari Rp271 (triliun) kerusakan lingkungan itu menjadi Rp300 triliun. Malah kok saya yang dipersalahkan, itu alasannya apa gitu? Kalau mau ribut di saat persidangan jangan di luar," pungkasnya. (Tri/M-3)