
NAMA Rudianto Manurung kembali disepakati bulat untuk memimpin Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PSTI) Riau. Ia terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Provinsi PSTI Riau di Ballroom Hotel Alpha, Pekanbaru, awal Agustus lalu, menandai kepercayaan yang berlanjut bagi sosok yang dikenal membangun olahraga Melayu itu dari akar.
“Empat tahun kemarin belum menghasilkan apa-apa,” ujar Rudianto dalam keterangannya.
Rudianto menegaskan kesiapannya untuk mengabdikan segalanya bagi kemajuan sepak takraw Riau. “Kalau mengurus sepak takraw Riau menjadikan saya miskin, tak apa-apa,” tuturnya.
Ketika pertama kali menakhodai PSTI Riau pada 2021, organisasi itu dalam kondisi nyaris mati suri. Kegiatan vakum, turnamen sepi, dan atlet kehilangan arah. Namun, di tangan Rudianto, semangat itu kembali menyala. Ia turun langsung ke daerah, membangkitkan kembali gairah pelatih dan pemain.
Ia menata ulang sistem pembinaan berjenjang, memperbanyak kompetisi lokal, serta menggandeng KONI dan Dispora untuk memperkuat infrastruktur. Upaya itu membuahkan hasil besar. Dua tahun kemudian, Riau menjadi salah satu penyumbang atlet terbanyak bagi tim nasional sepak takraw Indonesia.
“Kalau bukan kita yang merawat, siapa lagi?” ujarnya.
Dari tanah Melayu itu lahir nama-nama seperti Muhammad Hafiz dan Wan Annisa, peraih medali emas, perak, dan perunggu di SEA Games 2023 di Kamboja
“Anak-anak Riau bisa bersaing di level Asia Tenggara. Mereka hasil kerja keras pembinaan yang kami tanam sejak awal,” tegasnya.
Menuju Level Nasional
Keberhasilan tersebut membuat nama Rudianto kian diperhitungkan di tingkat nasional. Namun, ia tetap menampilkan kerendahan hati.
“Saya hanya melanjutkan perjuangan orang-orang yang lebih dulu mencintai takraw,” ujarnya.
Menjelang Musyawarah Nasional PB PSTI bulan depan, dukungan agar Rudianto maju ke level nasional semakin menguat. Di tengah dorongan itu, PSTI Indonesia menatap target besar: membawa Merah Putih menjuarai Kejuaraan Dunia ISTAF dan King’s Cup, dua ajang bergengsi di bawah Federasi Sepak Takraw Internasional.
Di bawah kepemimpinannya, PSTI Riau berhasil menata kembali kultur latihan dan kompetisi dengan sistem yang terbuka, disiplin, namun tetap menjunjung rasa kekeluargaan. Setiap pengurus memiliki tanggung jawab yang jelas, dan seluruh penggunaan dana dicatat secara transparan.
Jika dipercaya memimpin PSTI nasional, Rudianto menegaskan komitmennya untuk memperkuat pelatnas dengan sistem meritokrasi, menjalin kerja sama jangka panjang dengan sponsor, dan menjadikan kesejahteraan atlet sebagai prioritas utama.
“Sepak takraw bukan olahraga kecil. Ini warisan budaya yang bisa jadi kebanggaan bangsa,” ujarnya.
Bagi Rudianto, sepak takraw bukan semata tentang medali, melainkan tentang harga diri bangsa. Indonesia, sebagai salah satu tanah asal tradisi takraw, tidak seharusnya hanya menjadi penonton di panggung dunia.
“Kalau anak-anak Riau bisa juara di Asia Tenggara. Maka anak-anak Indonesia bisa juara dunia,” tegasnya. (Ndf/M-3)