PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB), Senin (30/9), menyatakan keprihatinan atas memburuknya situasi di Libanon di tengah meningkatnya serangan Israel. Pihaknya menentang niat Israel yang dilaporkan akan melancarkan serangan darat ke Libanon.
"Sekjen PBB Antonio Guterres tetap sangat prihatin dengan konsekuensi kemanusiaan dari peristiwa yang terjadi di Libanon," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric dalam konferensi pers.
Menekankan seruan Guterres kepada semua pihak untuk menahan diri dan meredakan ketegangan, Dujarric juga menekankan perlu menerapkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701. Resolusi yang diadopsi pada 11 Agustus 2006 itu menyerukan penghentian total permusuhan antara Libanon dan Israel dan pembentukan zona demiliterisasi antara Garis Biru (perbatasan de facto Libanon-Israel) dan Sungai Litani.
Baca juga : 100 Ribu Warga Tinggalkan Libanon ke Suriah
Resolusi itu juga hanya mengizinkan tentara Libanon dan Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL) untuk memiliki senjata dan peralatan militer di daerah tersebut. Dujarric mengatakan Guterres dan timnya terus berhubungan dengan mereka yang berada di lapangan dan terus mencari solusi diplomatik.
Dia mengatakan personel PBB di sepanjang Garis Biru terus menjalankan tugas mereka, tetapi konflik telah membatasi operasi mereka. Dujarric mengatakan bahwa warga sipil ialah yang paling terpengaruh oleh meningkatnya ketegangan.
"Seruan cepat baru akan diluncurkan besok, Selasa, yang akan berfungsi memobilisasi sumber daya tambahan bagi Libanon guna memenuhi kebutuhan sekitar satu juta orang yang terkena dampak krisis yang semakin meningkat," katanya.
Baca juga : UNHCR: Lebih 70 Ribu Orang Tinggalkan Libanon
Dia menambahkan bahwa sumber daya tambahan itu juga akan digunakan untuk memenuhi mereka yang melakukan eksodus massal dari Libanon selatan di sepanjang perbatasan dengan Israel.
Ketika ditanya PBB akan meminta Israel untuk menahan diri dari serangan darat, Dujarric berkata, "Sekretaris Jenderal telah meminta hal tersebut dan akan terus melakukannya. Kami tidak ingin melihat segala bentuk invasi darat."
Sejak 23 September, Israel telah melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap apa yang disebutnya sebagai target Hizbullah di seluruh Libanon, menewaskan lebih dari 900 orang dan melukai lebih dari 2.700 lainnya, menurut Kementerian Kesehatan Libanon. Beberapa komandan Hizbullah telah meninggal dunia dalam serangan Israel, termasuk pemimpinnya Hassan Nasrallah.
Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, Kamis (26/9), mengatakan bahwa Tel Aviv hanya akan menerima gencatan senjata di Libanon jika HIzbullah didorong menjauh perbatasan ke utara Sungai Litani dan dilucuti senjatanya. Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam perang lintas perbatasan sejak dimulai perang Israel di Gaza, menewaskan hampir 41.600 orang yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, menyusul serangan lintas perbatasan oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023.
Masyarakat internasional telah memperingatkan bahwa serangan Israel di Libanon dapat meningkatkan konflik Gaza menjadi perang kawasan yang lebih luas. (Ant/Z-2)