Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Lebanon selatan tidak akan bergerak dari daerah perbatasan meski lima anggota mereka terluka dan fasilitas mereka rusak akibat perang Israel-Hizbullah.
Juru bicara UNIFIL, Andrea Tenenti, menyebut eskalasi Israel di Lebanon berisiko berubah menjadi konflik regional dan mengancam semua orang. Dia menyebut satu-satunya solusi adalah jalur diplomatik.
Tentara Israel pada minggu lalu mengumumkan serangan terbatas ke wilayah Lebanon.
Tenenti mengatakan Israel telah meminta UNIFIL untuk mundur dari posisinya saat ini, hingga lima kilometer dari 'Garis Biru' yang memisahkan Lebanon-Israel. Namun, UNIFIL menolak.
Penolakan itu mencakup seluruh posisi UNIFIL saat ini di selatan Lebanon, yakni di 29 titik.
"Ada keputusan bulat untuk tetap tinggal karena penting bagi bendera PBB untuk tetap berkibar tinggi di wilayah ini, dan untuk dapat melapor kepada Dewan Keamanan," katanya dikuip dari AFP.
Pada pertemuan puncak pada hari Jumat lalu, para pemimpin Eropa selatan mengatakan serangan Israel terhadap UNIFIL melanggar Resolusi 1701 PBB dan harus diakhiri.
Israel tidak meminta UNIFIL untuk mengevakuasi markas besarnya di kota Naqura, lebih jauh ke utara.
Namun dalam beberapa hari terakhir, UNIFIL mengaku berulang kali diserang di Naqura serta di posisi lain, melukai lima anggota Blue Helmets dan memicu kecaman internasional.
UNIFIL mengatakan tembakan tank Israel pada hari Kamis menyebabkan dua pasukan penjaga perdamaian Indonesia jatuh dari menara pengawas di Naqura.
Keesokan harinya, UNIFIL mengatakan ledakan di dekat menara observasi di Naqura melukai dua anggota Blue Helmets Sri Lanka, sementara Israel mengeklain serangan itu untuk mengadapi ancaman terhadap mereka di dekat markas PBB itu.
Kemudian, pada hari Sabtu, UNIFIL mengatakan seorang penjaga perdamaian di Naqura terkena tembakan pada Jumat malam.