WALHI Sumatra Utara (Sumut) mengungkap kerusakan lingkungan kian parah akibat aktivitas industri, deforestasi, kriminalisasi pejuang lingkungan, dan lemahnya penegakan hukum lingkungan.
"Hingga saat ini, belum ada kebijakan nasional yang memberikan perlindungan khusus terhadap ekosistem ini, sementara tekanan dari berbagai aktivitas seperti tambang dan pembangunan infrastruktur terus meningkat," kata Direktur Walhi Sumut Rianda Purba, Selasa (5/11).
Untuk itu, kata dia, perlu dilakukan percepatan pengusulan kebijakan khusus untuk perlindungan ekosistem di Sumut.
"Rumitnya mekanisme birokrasi dalam pengusulan kebijakan, lambatnya pembaruan data terkait keanekaragaman hayati, serta belum adanya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi hambatan utama bagi terbitnya regulasi yang melindungi kawasan ini," kata dia.
Meski terdapat Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), penegakan hukum lingkungan di Sumut masih tergolong lemah.
WALHI Sumut mengidentifikasi bahwa pelanggar lingkungan, termasuk pembalak hutan ilegal dan pengusaha yang merusak lingkungan, sering kali hanya mendapatkan sanksi ringan.
"Hukuman yang ringan tidak memberikan efek jera, sehingga aktivitas perusakan lingkungan terus berulang," ujarnya.
Pihaknya bersama Pemprov Sumut telah menginisiasi Tim Join Monitoring yang fokus pada pengawasan dan penegakan hukum di sektor kehutanan dan pertambangan, termasuk upaya pencabutan izin-izin tambang ilegal di kawasan hutan Sumut.
Selain itu, WALHI juga sedang mengupayakan pembentukan Tim Terpadu Penanggulangan dan Pemulihan Kawasan Hutan, dengan harapan agar langkah tersebut dapat memperkuat perlindungan hutan yang tersisa di Sumut. (AP/J-3)