Gubernur Papua saat mengunjungi keluarga mendiang Irene Sokoy.(Dok. MI)
DIREKTUR Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Festus Ngoranmele, menyampaikan keprihatinan dan kritikan yang tegas terhadap kematian seorang ibu hamil bernama Irene Sokoy dan bayi yang dikandungnya, setelah ditolak berturut-turut oleh empat rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura.
“Kejadian ini bukan sekadar kesalahan operasional atau kelalaian individu, melainkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang parah, pelanggaran terhadap amanah Otonomi Khusus (Otsus) Papua, dan bukti bahwa sistem pelayanan kesehatan provinsi telah gagal sepenuhnya dalam melindungi nyawa rakyat yang paling rentan,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Senin (24/11).
Lebih lanjut, menurutnya pada prinsipnya Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Atas dasar itu semua tindakan dan perbuatan seluruh warga negara Indonesia, tanpa memandang latar belakang dan jabatannya wajib tunduk terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Hal ini berkaitan erat dengan penghormatan, pemajuan, penegakan dan penghormatan terhadap Hak asasi Manusia sesuai perintah Pasal 28i Ayat (4) UUD 1945 bahwa setiap ibu hamil berhak mendapatkan perlindungan atas Hak Asasi Manusia sekaligus hak atas perlindungan perawatan kesehatan dari Negara sebagaimana diatur pada Pasal 28A UUD RI Tahun 1945 dan Pasal 28H ayat 3 UUD RI Tahun 1945.
“Kematian Ibu Irene Sokoy ini juga telah melanggar rangkaian hak lain yang saling terhubung, termasuk hak bayi di mana hak hidup bagi bayi sebagaimana Konvensi Hak Anak PBB (Pasal 6) dan Pasal 28H ayat 2 UUD 1945, bayi yang dikandung memiliki hak hidup yang harus dilindungi sejak konsepsi. Penolakan penanganan darurat yang menyebabkan kematian bayi adalah pelanggaran langsung terhadap hak ini, nyawa yang belum pernah melihat dunia hilang karena ketidakpedulian,” ujar Festus.
Selain itu, kejadian ini juga menyangkut hak khusus ibu hamil dan anak berhak atas perawatan medis darurat tanpa syarat, perlindungan selama kehamilan, dan akses persalinan yang aman. Bayi juga berhak atas perawatan segera setelah lahir, yang tidak dapat tercapai karena kematiannya bersamaan dengan ibunya.
Ini juga melanggar hak atas pelayanan kesehatan yang layak dan terjangkau sebagaimana diatur pada Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, terjangkau, dan bermutu. Penolakan atas dasar berbagai alasan mulai dari ketidakhadiran dokter, prosedur kaku, atau tuntutan uang muka adalah pelanggaran langsung yang serius terhadap hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, terjangkau dan bermutu.
“Berdasarkan uraian di atas, hak-hak yang seharusnya didapatkan baik oleh Ibu Irene Sokoy, bayi dan keluarganya telah diabaikan oleh Negara dalam hal ini Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Jayapura bahwa UU No. 21 Tahun 2001 yang telah mengalami perubahan melalui UU No. 35 Tahun 2008 dan UU Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Otonomi Khusus Papua, dan, memberikan wewenang khusus kepada Pemerintah Provinsi untuk mengatur dan mengelola urusan kesehatan secara mandiri, dengan fokus pada akses bagi rakyat di daerah yang sulit dijangkau,” tegas Festus.
Kemudian menggunakan anggaran Otonomi khusus untuk memperkuat tenaga medis, fasilitas, dan sarana transportasi kesehatan terutama untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil dan anak, serta membangun sistem pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Papua, termasuk penanganan darurat kehamilan.
Menurutnya, kematian ibu hamil dan bayi ini menunjukkan bahwa amanah ini hanyalah kata-kata kosong. Anggaran Otsus tidak digunakan dengan optimal, sistem yang dibangun tidak berfungsi, dan rakyat yang paling membutuhkan tetap ditinggalkan.
“Bahwa beberapa pejabat telah mengucapkan maaf dan berjanji memperbaiki. Namun, ini hanyalah langkah permulaan yang tidak cukup. Masalahnya terletak pada ketidakmampuan para pejabat untuk menjalankan tugasnya. Atas dasar kematian Ibu Irene Sokoy karena tidak mendapatkan hak-haknya menunjukan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Jayapura telah gagal memastikan koordinasi antar lembaga kesehatan dan menegakkan aturan layanan darurat yang tegas di seluruh provinsi, terutama untuk kebutuhan ibu hamil dan bayi, gagal memantau dan mengawasi pelayanan di rumah sakit wilayahnya, termasuk menangani masalah ketidakhadiran dokter dan bidan, serta prosedur yang terlalu kaku yang menghalangi penanganan darurat,” tegasnya.
“Kepala Dinas Kesehatan Provinsi juga gagal melakukan pengawasan teknis, melatih tenaga medis tentang hak anak dan ibu hamil, serta memperbaiki sistem yang rusak sehingga kegagalan beruntun seperti ini bisa terjadi,” sambung Festus.
LBH Papua menuntut tindakan cepat dan tegas Gubernur Provinsi Papua untuk segera terbitkan peraturan gubernur yang mewajibkan semua fasilitas kesehatan baik pemerintah dan swasta untuk "melayani terlebih dahulu, urus administrasi kemudian" dalam situasi darurat, terutama untuk ibu hamil dan bayi.
Mereka juga menuntut pemerintah kabupaten segera lakukan penyelidikan khusus terhadap rumah sakit yang terlibat dalam penolakan di kabupaten dan berikan sanksi yang sesuai kepada pihak yang bersalah, dengan pertimbangan pelanggaran hak hidup bayi. (H-3)

1 week ago
4





















:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5357242/original/017691500_1758523929-IMG_20250922_110751_383.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5276828/original/024798900_1751964665-WhatsApp_Image_2025-07-08_at_14.47.05.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5381343/original/033703500_1760501307-Cara-Arsitektur-AI-Native-ERP-ScaleOcean-Pastikan-Analisis-Data-Bisnis-Akurat.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5377050/original/026970200_1760074385-IMG_8595-01.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5373448/original/026858900_1759822492-WhatsApp_Image_2025-10-07_at_10.03.07.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5369104/original/016390500_1759419694-WhatsApp_Image_2025-10-02_at_14.06.06.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5368928/original/033694500_1759400122-WhatsApp_Image_2025-10-02_at_16.54.13__1_.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5372786/original/063502200_1759763740-WhatsApp_Image_2025-10-06_at_19.06.48_b3aa4b10.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5371392/original/001361000_1759651139-JWC_2025_0.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5142849/original/091530300_1740474739-Mengurangi_Stres.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5369745/original/043897200_1759479019-Screenshot__72_.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5377312/original/048394600_1760088267-iPhone_17_Series_01.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5372596/original/015905500_1759746592-Legion_Pro_5i_02.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5366183/original/028563300_1759219654-Xiaomi_17_Pro_dan_17_Pro_Max.jpg)
![[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Wamenkes Baru dan Eliminasi Tuberkulosis](https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/y0KuB7erhDJ6TbtDuKZCqONsZYw=/1200x675/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376817/original/095760700_1760054336-WhatsApp_Image_2025-10-09_at_4.52.47_PM.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5376308/original/081655500_1759999439-Anggota_Alzheimer_s_Indonesia_memberikan_peragaan_tentang_poco-poco_ceria.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3443990/original/029997800_1619751921-elsie-zhong-agevLQdxwts-unsplash.jpg)