Kesepian di Masa Kecil Bisa Tingkatkan Risiko Demensia saat Dewasa

Ilustrasi, Kesepian(Freepik)

MASA kanak-kanak sering dianggap sebagai fondasi kesehatan mental dan sosial di masa depan. Namun, sebuah studi mengejutkan menyoroti konsekuensi jangka panjang dari perasaan terisolasi.

Kesepian yang dialami secara kronis di masa kecil dapat meningkatkan risiko seseorang mengembangkan demensia, termasuk Alzheimer, saat mereka mencapai usia dewasa dan lanjut usia.

Kesepian sebagai faktor risiko neurologis 

Studi menemukan bahwa individu yang sering merasa kesepian atau terisolasi saat anak-anak menghadapi risiko demensia hingga 31 persen lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.

Risiko ini bahkan melampaui efek dari faktor risiko demensia tradisional lainnya, menunjukkan bahwa kesehatan sosial dan emosional memiliki peran yang krusial dalam neurologi jangka panjang.

Mekanisme di balik korelasi

Para peneliti berhipotesis bahwa kesepian yang berkepanjangan memicu respons stres kronis di otak.

Berikut adalah mekanisme yang mungkin menghubungkan isolasi masa kecil dengan kerusakan kognitif di masa tua:

• Peningkatan Peradangan: Stres kronis yang dipicu oleh kesepian meningkatkan kadar kortisol dan menyebabkan peradangan sistemik tingkat rendah di seluruh tubuh, termasuk di otak. Peradangan ini merusak neuron dan menghambat pembentukan koneksi saraf baru.
• Kerusakan Otak: Stres kronis dapat mengubah struktur otak, khususnya di area yang terkait dengan memori dan emosi, seperti hippocampus. 
• Pengurangan Cadangan Kognitif: Interaksi sosial yang aktif dan bermakna berfungsi sebagai "latihan" bagi otak dan membangun cadangan kognitif. Isolasi sejak dini dapat menghambat pengembangan cadangan ini, membuat otak lebih rentan terhadap penyakit neurodegeneratif di kemudian hari.

Oleh karena itu, kesepian harus dipandang bukan hanya sebagai masalah emosional, tetapi sebagai faktor risiko kesehatan fisik dan otak yang serius, sama pentingnya dengan diabetes atau hipertensi.

Memastikan anak-anak memiliki dukungan sosial yang kuat adalah investasi jangka panjang untuk kesehatan kognitif mereka.

Sumber: geriatri.co.id, bloombergtechnoz.com, voi.id