
Pakar geopolitik pertahanan Connie Rahakundini Bakrie, menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk kembali menjadi kekuatan maritim dan geopolitik utama di kawasan, sebagaimana yang pernah dicapai di masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Dalam diskusi bertajuk Rise of Indonesia : BRICS & Maritime Power bersama akademisi internasional Glenn Diesen, Connie mengulas bagaimana posisi strategis Indonesia dapat diperkuat melalui diplomasi global dan kerja sama internasional, termasuk dalam kerangka BRICS.
Menurut Connie, posisi Indonesia yang berada di antara dua samudra dan dua benua menjadikannya sangat sensitif sekaligus strategis dalam peta geopolitik dunia. Dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan sejarah panjang kekuatan militernya, Indonesia memiliki modal besar untuk memainkan peran penting di kawasan Indo-Pasifik dan di panggung global.
"Indonesia adalah negara yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Secara geografis, ekonominya menjanjikan, dan secara geopolitik, kita punya posisi yang menentukan dalam jalur perdagangan global,” ujar Connie, melalui keterangannya, Sabtu (11/10).
Connie juga menyoroti bagaimana Presiden ke-1 RI Soekarno telah meletakkan fondasi kuat dalam politik luar negeri yang mandiri. Soekarno dikenal sebagai tokoh yang berani dan visioner. Ia mendirikan Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement) untuk menjaga kemandirian Indonesia di tengah tekanan dua kekuatan besar pada masa Perang Dingin Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Pidato Soekarno di Sidang Umum PBB menjadi salah satu simbol kuat posisi Indonesia di dunia internasional. Pada masa itu, Indonesia menunjukkan keberanian untuk tidak memihak, melainkan membangun jalan sendiri melalui diplomasi yang aktif dan prinsip-prinsip perdamaian.
Connie mengatakan era Soekarno juga ditandai dengan pembangunan kekuatan militer yang disegani. Indonesia pernah memiliki salah satu militer terkuat di belahan bumi selatan. Kekuatan ini tidak hanya menjadi simbol kedaulatan, tetapi juga alat diplomasi yang efektif.
Salah satu contohnya adalah ketika Indonesia berhasil melakukan reintegrasi Papua tanpa harus berperang langsung melawan Amerika Serikat, yang saat itu mendukung Belanda. Posisi militer Indonesia yang kuat membuat negara-negara besar berpikir dua kali untuk melakukan intervensi.
Para pilot tempur Indonesia kala itu bahkan disebut setara dengan kemampuan pilot yang berhadapan langsung dengan kekuatan udara Uni Soviet. Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kapasitas militer dan strategi pertahanan yang dihormati di tingkat global.
Lebih lanjut, dalam konteks modern, Connie melihat peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat kembali posisinya melalui kolaborasi global seperti BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa). Menurutnya, kerja sama ekonomi-politik antara negara-negara berkembang dapat menjadi wadah strategis untuk menciptakan keseimbangan baru dalam tatanan dunia yang multipolar.
"Indonesia punya peran penting di BRICS. Dengan sumber daya maritim yang besar dan kekuatan ekonomi yang tumbuh pesat, kita bisa menjadi jembatan antara Asia dan dunia Selatan,” kata Connie.
Ia menambahkan, visi Indonesia sebagai poros maritim dunia bukan hanya slogan, tetapi strategi jangka panjang untuk memastikan kedaulatan laut, perdagangan, dan pertahanan negara tetap kuat dalam menghadapi dinamika global. (E-3)