
ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa tinggal di kota meningkatkan risiko depresi dan gangguan kecemasan akibat ritme hidup cepat, tekanan sosial tinggi, serta minimnya ruang untuk pemulihan diri.
Data Survei Kesehatan Nasional (SKI) tahun 2023 menunjukkan sekitar 2% penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun mengalami masalah kesehatan mental.
Penelitian terbaru oleh Khairunnisa dkk. (2024) menemukan bahwa 10,4% responden yang tinggal di wilayah urban terindikasi mengalami gangguan kesehatan mental umum (CMDs) seperti depresi, gangguan kecemasan, atau bipolar. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan responden di wilayah rural yang mencapai 8,9%. Kondisi ini diperparah dengan masih terbatasnya akses terhadap layanan psikologis di perkotaan, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Perwakilan Sustainable Treatment on Depression in Indonesia (STAND) Indonesia, sebuah kelompok riset yang berfokus pada pengobatan depresi, Benny Prawira menyebut jika pencegahan bunuh diri di Indonesia kerap kali masih dasarnya saja.
"Kita selalu diajarkan bahwa pencegahan bunuh diri itu adalah tentang bagaimana kita sebagai individu membantu individu yang lain. Tapi kita tidak diajarkan bahwa menyediakan housing (rumah yang layak), menyediakan pekerjaan, menyediakan layanan kesehatan yang baik, yang tidak diskriminatif, ) itu adalah pencegahan bunuh diri," ujarnya di Jakarta, Sabtu (11/10/2025).
Ia juga menambahkan jika peran komunitas atau kelompok jauh lebih penting dibanding hanya peran individu.
"Aktifitas yang tadi disebutkan hanya bisa dilakukan di level komunitas," lanjutnya.
Penelitian STAND yang didukung oleh National Institute of Health Research di Inggris, kini sedang menguji model pengobatan terapi dengan mengajarkan para kader di sejumlah puskesmas di Pulau Jawa.
"Tujuan kita bersama-sama itu bagaimana untuk menciptakan intervensi baru di level puskesmas di Jawa. Nah, ini yang kita ingin melatih dan memikirkan kader supaya bisa melakukan terapi singkat, ujarnya.
Hal ini dilakukan agar para kader dapat memberikan pengobatan kepada para pasien depresi.
"Nah, ini terapinya dibikin lebih sederhana, lebih singkat dan bisa dilakukan oleh kader-kader yang sudah ada di puskesmas-puskesmas, supaya mereka nanti bisa menangani kasus-kasus yang sederhana juga," lanjut Benny.
Berkenaan dengan itu, dalam kesempatan yang sama, seorang psikolog sekaligus influencer dari akun instagram lostidn, Agata Ika Paskarista menyoroti peran media sosial yang berpotensi menjadi ruang stigma baru.
“Media sosial bisa membantu orang menemukan akses layanan psikologis. Tapi kalau tidak digunakan secara bijak, bisa jadi sumber stres baru,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Ia mengingatkan pentingnya digital empathy dalam bermedia sosial.
“Hanya butuh lima detik untuk menulis komentar yang menyakitkan, tapi bisa butuh lima tahun bagi orang lain untuk pulih dari dampaknya,” tambahnya.