Kalsel Jajaki Potensi Perdagangan Karbon

Perdagangan karbon.(MI/Denny Susanto)

PEMERINTAH Provinsi Kalimantan Selatan mulai menjajaki potensi dan skema perdagangan karbon (carbon trade) sebagai salah satu sumber pendapatan daerah berbasis ekonomi hijau dan berkelanjutan. 

Hal ini terungkap dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Tata Kelola Hutan dalam Upaya Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Selatan, Senin (24/11) di Banjarbaru.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, Fatimatuzahra mengatakan hutan Kalsel adalah paru-paru yang menghasilkan oksigen, penyerap air, dan penyimpan karbon alamiah yang sangat besar. "Ini sangat potensial dan skema perdagangan karbon maupun upaya pengurangan emisi gas rumah kaca ini tengah kita pelajari," tuturnya.

Menurutnya luas kawasan hutan seluas 1,65 juta hektare atau  44% dari uas wilayah provinsi, telah dikeluarkan persetujuan pemanfaatan berupa Perhutanan Sosial seluas 97.838 hektare dan Persetujuan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 466.955 hektare.

"Kegiatan ini untuk merespons satu tantangan terbesar peradaban modern: Perubahan Iklim. Dampaknya nyata, bukan lagi ancaman di masa depan. Kita telah merasakan anomali cuaca, curah hujan ekstrem, dan risiko bencana yang meningkat," tegasnya.

Guna mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK), Kalimantan Selatan telah melaksanakan penanaman seluas 168.086 hektare sepanjang tahun 2016 hingga 2025. Berkat kegiatan tersebut, luas lahan kritis di Kalimantan Selatan berhasil diturunkan secara signifikan, yaitu dari 641.580 hektare pada tahun 2013 menjadi 458.478 hektare pada tahun 2022. 

Demikian juga perkembangan tutupan lahan juga semakin baik dari tahun ke tahun. Tutupan lahan berhutan tahun 2020 seluas 904.436 ha, terus meningkat hingga menjadi 945.352 ha pada 2024. 

Lebih jauh Fatimatuzahra mengatakan implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) bukan lagi wacana, melainkan peluang pasar baru. "Bursa Karbon telah dibuka. Urgensinya adalah kita harus segera mempersiapkan aset kita. Tata Kelola Hutan yang baik akan memungkinkan Kalimantan Selatan untuk mengkapitalisasi potensi penyerapan karbon menjadi kredit yang dapat diperdagangkan, membuka sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru. Menarik Investasi Hijau, di mana investor global tertarik mendanai proyek-proyek restorasi dan reforestasi kita," ujarnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Syarifudin mengatakan Pemprov Kalsel berharap acara ini dapat menghasilkan langkah konkret yang berpihak pada keadilan sosial. Tata Kelola hutan harus menjadi instrumen untuk melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Selatan.
 
"Kalimantan Selatan merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kontribusi vital terhadap target Indonesia's FoLU Net Sink 2030. Hutan dan lahan gambut merupakan gudang karbon alami, memerlukan tata kelola yang jauh lebih presisi," tutur Syarifudin. (