Ketika Sebuah Video Mengusik Harga Diri: Kasus Resbob dan Orang Sunda

18 hours ago 12
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
video pelaku (Resbob) memngunggah video permintaan maaf di sosial media. Sumber : Instagram @adimasfirdauss

Tidak banyak orang yang benar-benar siap ketika identitasnya dijadikan bahan olok-olok di ruang publik. Terlebih jika hal itu terjadi di media sosial, tempat sebuah ucapan bisa berlipat ganda dampaknya hanya dalam hitungan jam. Apa yang awalnya mungkin dianggap sebagai candaan, tiba-tiba berubah menjadi luka kolektif. Itulah yang dirasakan banyak warga Sunda ketika sebuah video dari YouTuber Resbob, atau Adimas Firdaus, beredar luas dan memuat pernyataan yang merendahkan orang Sunda serta komunitas Bobotoh dan Viking.

Bagi sebagian penonton, video itu mungkin terlihat sebagai konten iseng atau provokasi untuk memancing reaksi. Namun bagi mereka yang identitasnya disentuh secara langsung, kata-kata tersebut terasa jauh dari sekadar hiburan. Ia menyentuh sesuatu yang sangat personal, sesuatu yang dibangun dari sejarah, nilai keluarga, bahasa, dan kebanggaan yang diwariskan turun-temurun. Tidak mengherankan jika dalam waktu singkat, video tersebut memicu kemarahan publik, laporan ke kepolisian, hingga respons dari pihak kampus tempat Adimas menempuh pendidikan.

Peristiwa ini membawa kita pada pertanyaan yang lebih mendalam. Apakah kita masih menyadari bahwa di balik layar gawai ada manusia dengan perasaan dan martabat? Ataukah budaya digital telah membuat kita terbiasa menertawakan luka orang lain selama kontennya ramai dan mengundang perhatian?

Ketika Ucapan Menjadi Luka

Ilustrasi dampak media sosial. Foto: SrideeStudio/Shutterstock

Media sosial sering dipahami sebagai ruang kebebasan. Setiap orang merasa memiliki hak penuh untuk berbicara, mengekspresikan diri, bahkan melontarkan kritik tanpa batas. Namun kebebasan ini berubah menjadi persoalan serius ketika digunakan untuk merendahkan kelompok etnis. Dalam kasus Resbob, ucapan yang disampaikan bukan hanya menyinggung selera humor, tetapi menyentuh inti identitas sebuah kelompok.

Banyak warga Sunda menyatakan bahwa rasa marah mereka bukan semata karena video itu viral. Yang lebih menyakitkan adalah perasaan direduksi menjadi stereotip. Identitas etnis bukan sekadar sebutan administratif. Ia hidup dalam keseharian, dalam cara berbicara dengan orang tua, dalam tradisi, dan dalam rasa bangga terhadap asal-usul. Ketika semua itu dijadikan bahan ejekan, yang terluka bukan hanya individu, tetapi juga memori kolektif sebuah komunitas.

Luka semacam ini tidak dapat disembuhkan dengan kalimat permintaan maaf yang defensif. Ungkapan seperti “tidak ada niat menyinggung” sering kali terdengar hampa bagi mereka yang sudah telanjur tersakiti. Yang dibutuhkan adalah pengakuan bahwa kata-kata memang memiliki daya rusak. Bahwa sebuah ucapan bisa meninggalkan bekas jauh lebih lama daripada durasi video itu sendiri.

Kreator Konten dan Tanggung Jawab yang Sering Dilupakan

Ilustrasi beauty vlogger. Foto: Shutterstock

Di tengah persaingan ketat dunia digital, banyak kreator terdorong untuk tampil ekstrem. Algoritma media sosial sering kali memberi panggung lebih besar pada kontroversi daripada empati. Dalam situasi ini, batas moral menjadi kabur. Namun kasus Resbob mengingatkan bahwa ketika seseorang memiliki audiens, posisinya tidak lagi netral.

Seorang kreator konten tidak lagi berbicara hanya untuk dirinya sendiri. Ia berbicara sebagai figur yang berpotensi membentuk cara pandang publik. Terutama bagi anak muda, apa yang mereka lihat di layar sering kali dijadikan rujukan tentang apa yang dianggap wajar. Ketika penghinaan terhadap identitas etnis dinormalisasi, kekerasan verbal pun ikut dilegitimasi.

Di sinilah pentingnya kesadaran etis. Kreativitas seharusnya tidak mengorbankan martabat manusia. Kebebasan berekspresi bukanlah kebebasan tanpa tanggung jawab. Jika ruang digital dibiarkan menjadi tempat merendahkan orang lain, maka ia kehilangan fungsi sosialnya sebagai ruang dialog dan pertukaran gagasan.

Respons kampus yang mempertimbangkan sanksi menunjukkan bahwa pendidikan memiliki peran lebih dari sekadar transfer ilmu. Kampus bertanggung jawab membentuk karakter dan kepekaan sosial mahasiswanya. Terlebih di era ketika satu unggahan bisa menjadikan seseorang figur publik dalam sekejap.