Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi telah 10 tahun menjabat. Ia adalah salah satu menteri yang tak tergantikan, di era Presiden Joko Widodo.
Retno jadi wakil Indonesia di muka dunia internasional. Bicara soal legacy yang ia tinggalkan, Retno mengenang soal bagaimana diplomasi vaksin yang ia jalankan saat era Pandemi COVID-19.
Pasalnya, vaksin kala itu masih amat terbatas. Hanya negara-negara maju yang berpeluang mendapat vaksin, sementara negara-negara miskin dan berkembang harus ngantre sambil menyaksikan ratusan ribu warganya meninggal karena COVID-19.
"Jadi satu, kita berpacu menyelamatkan nyawa-nyawa kita untuk dapat vaksin. Tetapi di track yang berbeda, kita sebagai Indonesia, kita juga harus berpikir bagaimana negara-negara berkembang kalau dia tidak dapat akses. Maka itu kita jalankan bersama," kata Retno, pada acara Info A1 kumparan, Selasa (16/10).
Dengan diplomasinya dengan negara-negara maju dan berkembang lainnya, Retno berhasil mendapatkan puluhan juta vaksin secara gratis. Ia juga membuat sebuah kerja sama antar negara, untuk pendistribusian vaksin secara merata.
"Alhamdulillah, kita dapat lebih dari 500 juta dosis vaksin. 26 persen di antaranya itu gratis. Karena kerja sama kita dengan berbagai macam pihak, itu di track kita, dan kita dinilai salah satu negara yang mampu mengelola pandemi dengan baik, dirjen WHO mengatakan begitu," kata Retno.
Bagi Retno, masa-masa itu ia kenang sebagai masa emergency. Para menteri luar negeri tak lagi bicara soal perdamaian, perang, atau perdagangan. Mereka fokus untuk distribusi vaksin yang jumlahnya masih sangat terbatas itu.
Retno mampu membuat Indonesia jadi co-chairman dari sebuah aliansi vaksin, COVAX AMC EG. Organisasi ini punya tujuan yang semata-mata mendistribusikan vaksin secara rata ke negara-negara terdampak.
"Jadi ini intinya, Engagement Group itu isinya negara maju, negara berkembang, kemudian swasta dan sebagainya. Tujuan utamanya, bagaimana negara-negara berkembang dapat equal," ucap Retno.
"Alhamdulillah, kita bisa menyalurkan 1,97 miliar dosis ke 140 negara. Jadi, selain kita mikir diri kita sendiri, kita juga mikir orang lain. Alhamdulillah, itu dapat kita selesaikannya dengan baik," tutupnya.
Eksodus WNI dari Afghanistan
Beres masalah COVID-19, Retno dihadapkan dengan salah satu tantangan terberatnya sebagai menteri luar negeri. Ia harus mengevakuasi WNI termasuk staf Kedutaan Besar RI di Kabul, Afghanistan, pada 2021.