
MITOS lama mengenai perawatan luka yang tidak berdasar ilmiah masih terus beredar luas di masyarakat Indonesia, seperti kebiasaan mengoleskan air liur atau membiarkan luka sembuh dengan sendirinya. Padahal, praktik-praktik tersebut justru berisiko memperburuk kondisi luka dan meningkatkan potensi infeksi.
Fenomena ini menjadi tantangan besar bagi tenaga kefarmasian untuk terus mengedukasi masyarakat tentang cara penanganan luka yang benar, aman, dan berbasis bukti ilmiah. Menurut para ahli farmasi, masih banyak ditemui orang yang meremehkan luka kecil dan memilih untuk tidak menanganinya dengan tepat.
"Kalau lukanya ringan, kecil, ya abaikan saja, karena itu (akan) sembuh sendiri. Padahal prinsip penatalaksanaan luka bukan hanya mengobati luka, tetapi juga mencegah komplikasinya," ujar seorang tenaga farmasi yang juga menyusun panduan Penatalaksanaan Luka untuk Apoteker: Edukasi, Skrining, dan Pemilihan Produk yang Tepat, Lusy Noviani, dalam acara First Aid Conference 2025 di The Sanctuary Auditorium, Menara Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/10).
Lebih lanjut, Lusy menyatakan bahwa kesempatan untuk meluruskan mitos tentang perawatan luka dapat dimanfaatkan saat pasien datang ke apotek. Pada momen tersebut, tenaga kefarmasian dapat memberikan edukasi langsung mengenai fakta bahwa mitos seperti mengoleskan ludah pada luka sama sekali tidak memiliki dasar ilmiah.
"Sampaikan kepada pasien bahwa mitos (tersebut) tidak ada evidence-nya," tambahnya.
Pentingnya edukasi ini juga disampaikan oleh BU Health Care Director PT Beiersdorf Indonesia, Vivilya Lukman, dalam acara yang berkolaborasi dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Ia mengungkapkan bahwa meskipun perawatan luka secara tradisional masih dipercaya banyak orang, saat ini paradigma tersebut perlu diubah.
"Memang heritage-nya kita orang Indonesia, kita dididik seperti itu (mempercayai mitos), sudah seperti ritual. Namun, yang harus kita perbaiki adalah mindset, dari natural healing ke protected healing," ujar Vivilya.
Pendekatan protected healing menekankan pentingnya menjaga luka tetap bersih dan terlindung dari paparan bakteri agar proses penyembuhan dapat berlangsung lebih cepat dan efektif. Hansaplast, sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perawatan luka, turut memperkenalkan inovasi terbarunya, Hansaplast Second Skin Protection, yang dirancang untuk membantu masyarakat tetap aktif dan produktif meskipun tengah mengalami luka.
Hansaplast, yang telah berkolaborasi dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), berharap dapat semakin mengurangi mitos seputar perawatan luka dan mendorong perubahan cara pandang masyarakat tentang perawatan luka yang lebih aman, higienis, dan berbasis bukti ilmiah.
Upaya edukasi ini juga telah berhasil menjangkau hampir 200 ribu anak di Indonesia dalam lima hingga tujuh tahun terakhir, diharapkan dapat mencetak generasi yang lebih peduli akan pentingnya penanganan luka yang tepat. Melalui kolaborasi antara tenaga kefarmasian dan pihak industri, masyarakat Indonesia diharapkan dapat semakin memahami betapa pentingnya penanganan luka yang sesuai dengan standar medis dan ilmiah. (Z-10)