Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyatakan bahwa kesalahan dalam penggunaan tata ruang di kawasan hulu, seperti Bogor dan Puncak, menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di wilayah hilir seperti Jabodetabek.
"Apa yang terjadi, kesalahan penggunaan tata ruang di Bogor, di Puncak misalnya, itu bisa berpengaruh pada serapan air," kata AHY dalam sebuah pemaparannya di kumparan Green Initiative Conference 2025, Jakpus, Kamis (18/9).
Ia menjelaskan bahwa perubahan fungsi lahan dan tata ruang yang tidak tepat di kawasan Puncak mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap air hujan. Akibatnya, volume air yang mengalir ke sungai-sungai di bawahnya meningkat drastis.
"Akhirnya menghantam, meluap, yang menjadi korban masyarakat yang ada di hilir," tegasnya, merujuk pada contoh banjir yang terjadi di Bekasi.
AHY menekankan solusi penanganan banjir harus dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Menurutnya, upaya normalisasi sungai di wilayah hilir menjadi sama pentingnya dengan perbaikan tata ruang di kawasan hulu.
"Jadi normalisasi sungai sama pentingnya dengan membangun tanggul pantai, tanggul laut," ujar AHY.
Selain masalah banjir akibat tata ruang, AHY juga menyoroti ancaman serius lainnya seperti penurunan permukaan tanah dan kenaikan air laut yang mengancam puluhan juta masyarakat di kawasan Pantai Utara Jawa.
Ia mengingatkan Indonesia sebagai negara kepulauan termasuk yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, sehingga penanganan yang serius dan mendasar harus segera dilakukan untuk mencegah bencana di masa depan.