(Dok. Pribadi)
MENGAJAR di abad ke-21 bukan lagi aktivitas statis yang sekadar memindahkan pengetahuan dari guru ke murid. Ia adalah proses dinamis yang terus berubah, seiring perubahan sosial, teknologi, dan tuntutan kebijakan pendidikan. Perubahan yang konstan ini memengaruhi teori belajar, tujuan pendidikan, sekaligus melahirkan berbagai tantangan serius bagi guru-pendidik (Zakaria et al, 2021).
Namun, di tengah tuntutan profesional yang kian kompleks, pernahkah kita bertanya: apakah sistem pendidikan sungguh-sungguh merawat guru sebagai pendidik, atau justru menguras mereka sebagai pelaksana kebijakan?
Di banyak belahan dunia, profesi guru kerap berada dalam situasi yang menegangkan. Penelitian menunjukkan bahwa guru sering mengalami stres kerja akibat beban tugas yang berlebihan, konflik peran, serta tekanan birokrasi yang tidak kunjung terselesaikan (Buskila dan Chen-Levi, 2021; Jepson dan Forrest, 2006). Kepuasan kerja dan beban kerja menjadi dua isu ‘panas’ yang terus menghantui dunia pendidikan, baik di negara maju maupun berkembang.
Tidak sedikit guru mengeluhkan ketidakpuasan dalam menjalankan tugas karena kebutuhan profesional dan kesejahteraan mereka tidak terpenuhi. Lingkungan kerja yang tidak sehat, komunikasi yang buruk, praktik birokrasi yang kaku, budaya menyalahkan, serta tekanan untuk ‘mengejar angka’ prestasi murid—bahkan dengan cara yang bertentangan dengan nurani pedagogis—membuat guru merasa tidak nyaman dan teralienasi dari makna pekerjaannya (Zakaria et al, 2021). Guru juga menanggung beban administratif berlebihan, dari laporan harian hingga pengisian berbagai instrumen, yang berujung pada stres, frustrasi, dan kelelahan intelektual.
Dalam kondisi seperti ini, guru kerap direduksi menjadi sekadar klerk birokrasi, bukan diperlakukan sebagai knowledge worker, pendidik, peneliti, dan agen perubahan di sekolah serta masyarakat (Buskila dan Chen-Levi, 2021). Situasi ini tidak hanya merugikan guru, tetapi juga menggerus mutu pembelajaran dan merapuhkan relasi pendidikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa persoalan guru tidak berhenti pada aspek teknis pengajaran, tetapi menyentuh juga dimensi kesejahteraan yang lebih mendasar.
MENGAPA HARUS SEJAHTERA?
Persoalan kesejahteraan guru menjadi krusial karena kualitas pendidikan tidak pernah dapat dipisahkan dari kondisi manusia yang menjalankannya. Berbagai studi menunjukkan bahwa guru akan merasa lebih puas dan termotivasi apabila kesejahteraan serta lingkungan kerjanya diperhatikan pimpinan sekolah. Guru yang sejahtera—secara emosional, psikologis, dan sosial—lebih mampu menikmati kehidupan kerjanya, dan kondisi ini berdampak langsung pada kualitas pembelajaran yang diterima murid (Zakaria et al, 2021).
Kesejahteraan juga berkaitan erat dengan jaringan dukungan sosial di tempat kerja. Sekolah yang mampu membangun relasi kerja yang sehat, kolaboratif, dan saling mendukung akan melahirkan guru-guru yang lebih tangguh dalam menghadapi tekanan profesi. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kesejahteraan itu sendiri.
APA ITU KESEJAHTERAAN?
Konsep kesejahteraan dapat dikaji dari berbagai disiplin, mulai dari filsafat, ekonomi, hingga psikologi. Dalam psikologi, kesejahteraan menjadi fondasi berkembangnya psikologi positif—sebuah pendekatan yang tidak hanya berfokus pada gangguan dan kelemahan manusia, tetapi juga pada potensi, kekuatan, dan makna hidup.
Secara historis, gagasan tentang kesejahteraan telah lama dibahas dalam tradisi pemikiran Islam, khususnya melalui kajian falsafah tentang kebahagiaan dan jiwa manusia. Para ilmuwan Muslim pada masa keemasan Islam (abad ke-8 hingga ke-13) mengembangkan pemikiran psikologis jauh sebelum psikologi modern berkembang di Barat (Rassool dan Luqman 2023). Namun, psikologi abad ke-20 di Amerika dan Eropa cenderung memisahkan ilmu pengetahuan dari filsafat dan agama sehingga banyak warisan intelektual non-Barat terpinggirkan (Pasha-Zaidi, 2021).
Kini, dalam psikologi abad ke-21, pendekatan yang lebih integratif mulai berkembang. Nilai-nilai kemanusiaan, etika, spiritualitas, dan konteks budaya kembali mendapat tempat dalam kajian kesejahteraan (Rassool, 2021). Ini membuka ruang lebih luas untuk memandang kesejahteraan guru secara utuh, tidak semata-mata sebagai kondisi ‘bebas stres’, melainkan sebagai proses pemaknaan diri dalam profesi.
HEDONIS, EUDAIMONIS, DAN GURU
Pemahaman tentang kesejahteraan dalam psikologi modern tidak bersifat tunggal, tetapi berkembang melalui beberapa pendekatan utama. Pendekatan hedonic menekankan kebahagiaan sebagai kesenangan dan kepuasan hidup, sementara pendekatan eudaimonic memandang kesejahteraan sebagai realisasi potensi diri dan kehidupan yang bermakna.
Bagi guru, kesejahteraan tidak cukup dimaknai sebagai kenyamanan atau insentif material. Ia berkaitan dengan makna profesi, otonomi pedagogis, relasi yang sehat, serta kesempatan untuk terus bertumbuh sebagai pendidik. Carol Ryff merumuskan enam dimensi kesejahteraan: penerimaan diri, relasi positif, otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, dan tujuan hidup (Akfirat, 2020). Kerangka ini membantu melihat kesejahteraan guru sebagai pengalaman profesional yang utuh dan bermakna.
KESEJAHTERAAN DAN MUTU PENDIDIKAN
Pertanyaan berikutnya ialah bagaimana kesejahteraan guru berkelindan langsung dengan mutu pendidikan di sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan guru berhubungan langsung dengan performa murid. Guru dengan kepuasan kerja tinggi dan kesehatan psikologis baik cenderung mengajar secara kreatif, efektif, dan menantang (Adeka dan Mede, 2020).
Di sekolah, kesejahteraan emosional guru dapat dikembangkan melalui penguatan kecerdasan emosi: kesadaran diri, pengelolaan emosi, kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (Buskila dan Chen-Levi, 2021). Kepemimpinan kepala sekolah memegang peran kunci dalam membangun ekosistem ini.
MARTABAT PROFESI
Lebih jauh lagi, kesejahteraan guru tak hanya soal efektivitas kerja, tetapi juga menyangkut keberlanjutan dan martabat profesi pendidikan itu sendiri. Guru yang terus berada dalam tekanan psikologis berisiko mengalami burnout
, kehilangan makna kerja, dan menarik diri dari dunia pendidikan. Sebaliknya, sekolah yang memberi ruang refleksi, dialog profesional, dan dukungan sosial memadai akan melahirkan guru yang resilien (Holmes, 2005; Riva et al, 2020).
Kesejahteraan guru pada akhirnya adalah soal martabat profesi. Guru bukan sekadar pelaksana kebijakan, melainkan subjek utama pendidikan yang memerlukan ruang otonomi, dukungan, dan pengakuan. Jika sekolah ingin murid belajar dengan baik, guru harus terlebih dahulu diperlakukan secara manusiawi. Wallaahu ‘alam bishshawaab
.

1 day ago
9























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5383570/original/096572500_1760683681-tomonobu_itagaki.jpeg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5385173/original/011957900_1760881265-shinta_bachir.jpg)




:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5137245/original/076805300_1739938380-WhatsApp_Image_2025-02-19_at_09.39.29.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5383280/original/059489100_1760669213-STEM_1.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5371592/original/088864600_1759684696-man_city_selebrasi_brentford_city_ap_alastair_grant.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4605535/original/052956900_1696928865-g_1_0_10_potret_ammar_zoni_sudah_bebas_dari_penjara_ucap_rasa_syukur_bisa_kembali_bertemu_keluarga_ammar_zoni-20231009-028-busan.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5376982/original/062419800_1760070989-iPhone_17_Pro_Series_01.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5384578/original/024426200_1760796172-AWS_-_Foto_3.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4609435/original/063264000_1697178650-ammar_zoni-20231009-024-busan.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5383603/original/093485800_1760684902-WhatsApp_Image_2025-10-15_at_11.19.48.jpeg)