
PENGUSAHA madu lokal didorong untuk masuk ke rantai pasok program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal itu diungkapkan oleh Menteri UMKM Maman Abdurrahman dalam sambutannya secara daring pada acara Konsultasi Pemanfaatan Teknologi dalam Rangka Mendukung Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) di Semarang, Rabu (9/10).
Maman menekankan pentingnya menjadikan madu sebagai alternatif bahan pangan bergizi dalam menu Program MBG. “Madu adalah anugerah alam yang kaya manfaat. Kandungan bioaktifnya mampu meningkatkan daya tahan tubuh, memperkuat konsentrasi belajar, dan mempercepat pemulihan kesehatan. Karena itu, madu layak menjadi bagian penting dalam membangun generasi sehat menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Maman.
Ia menambahkan, Program MBG tidak hanya bertujuan memastikan asupan gizi anak-anak Indonesia, tetapi juga membuka peluang besar bagi penguatan ekonomi rakyat melalui keterlibatan UMKM penghasil madu dalam rantai pasok nasional. “Melalui forum ini, kita bersama mendorong madu menjadi bagian dari Program MBG sebagai wujud nyata keterlibatan UMKM dalam program prioritas Presiden,” katanya.
Sejalan dengan hal itu, Deputi Bidang Usaha Kecil Kementerian UMKM, Temmy Satya Permana, menuturkan madu memiliki potensi besar untuk menjadi komponen penting dalam menu MBG berkat kandungan nutrisinya yang kaya energi, vitamin, mineral, dan senyawa bioaktif. “Pengintegrasian madu dalam Program MBG tidak hanya memperkaya kualitas gizi, tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi melalui pemanfaatan produk lokal yang berkelanjutan,” kata Temmy.
Namun, ia mengingatkan bahwa masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan dan produksi madu nasional.
Berdasarkan data Kementerian UMKM, kebutuhan madu di Indonesia mencapai sekitar 7.500 ton per tahun, dengan asumsi konsumsi per kapita sebesar 30 gram per tahun, sementara produksi nasional baru sekitar 2.000 ton per tahun. “Artinya, masih ada ruang besar untuk meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas madu lokal,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, Kementerian UMKM terus mengembangkan pendekatan hilirisasi komoditas unggulan melalui program Rumah Produksi Bersama (RPB) atau Factory Sharing, yang telah berjalan di 16 kabupaten/provinsi sejak 2022 hingga 2024.
Melalui program ini, para pengusaha UMKM dapat mengakses fasilitas produksi bersama, pelatihan teknologi, dan sertifikasi mutu untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing produk.
Dalam kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Direktorat Kerja Sama dan Kemitraan Badan Gizi Nasional (BGN), Imam Bachtiar, menegaskan bahwa BGN memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk menyesuaikan penyusunan menu MBG dengan potensi pangan lokal yang ada di wilayah masing-masing.
Pemanfaatan bahan pangan lokal seperti madu, sagu, maupun komoditas khas daerah lainnya dinilai penting untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus memberdayakan pengusaha UMKM agar ikut terlibat dalam rantai pasok MBG.
“Apabila potensi lokal di Jawa Tengah, misalnya, adalah madu, maka hal tersebut dapat dibicarakan dan diusulkan untuk menjadi salah satu menu pendamping MBG,” ujar Imam.
Ia menjelaskan, madu berpotensi menjadi bagian dari menu suplemen Program MBG, sepanjang memenuhi standar mutu dan keamanan pangan. Untuk itu, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan agar pelaksanaannya berjalan optimal. (Ant/H-3)