Keputusan tersebut diambil setelah rapat antara Purbaya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, dan Kepala Badan Pengaturan BUMN Dony Oskaria.
“Rapat dengan Pak Bahlil itu rapat 3 menteri untuk menentukan pembayaran kompensasi BBM dan yang lain dan listrik itu yang ribut di DPR kemarin tuh sudah diputuskan,” ujar Purbaya di Kantor Pusat DJP, Jumat (10/10).
“Untuk triwulan I dan triwulan II tahun ini sudah dibayarkan, sudah disetujui tinggal keluar uangnya,” tambahnya.
Selain membahas kompensasi BBM dan listrik, rapat tersebut juga menyinggung persoalan subsidi LPG 3 kg. Purbaya mengakui adanya indikasi penyimpangan penggunaan subsidi di lapangan yang membuat bantuan energi tidak sepenuhnya tepat sasaran.
“Ada pembahasan sedikit bahwa ini ngomong gas kecil ya. Di situ mungkin ada kebocoran-kebocoran di penyalahgunaan subsidi itu, ke depan akan dicari cara untuk memperbaiki supaya subsidinya lebih tepat sasaran,” ungkap Purbaya.
Meski begitu, Purbaya menegaskan temuan tersebut belum bisa dipastikan sebagai tindak pidana korupsi. Sebab, pemerintah saat ini juga masih mendalami bentuk penyimpangannya.
“Nggak tau kita (korupsi atau bukan) mungkin penggunanya salah. Saya sih belum detail ya yang saya dengar, ada salah sasaran yang orang kaya beli itu (LPG 3 Kg), ada yang dioplos, ada juga yang dipindahin ke tempat tertentu untuk industri,” jelas Purbaya.
“Jadi yang nggak berhak (malah) menikmati subsidi itu. Tapi saya belum tau seperti apa di lapangannya walaupun dalam hal seperti itu,” tambahnya.
Sebelumnya, Bahlil dan Purbaya sempat saling jawab terkait data subsidi LPG 3 Kg. Pada 30 September 2025, saat rapat dengan Komisi XI DPR, Purbaya mengungkapkan selisih harga barang-barang subsidi yang selama ini ditanggung pemerintah.
Ia mencontohkan LPG 3 Kg yang memiliki harga keekonomian Rp 42.750 per tabung, namun masyarakat hanya membayar Rp 12.750. Dengan demikian, pemerintah menanggung Rp 30.000 per tabung.
“Untuk LPG 3 kg, subsidi mencapai 70 persen dari harga keekonomian. Pola serupa terjadi pada listrik, solar, dan minyak tanah,” jelas Purbaya.
Pernyataan itu kemudian ditanggapi Bahlil Lahadalia. Dia menilai ada kekeliruan dalam data yang dipaparkan Purbaya. “Itu mungkin Menkeu-nya salah baca data itu. Ya mungkin (Purbaya) butuh penyesuaian, belum dikasih masukan oleh Dirjennya dengan baik atau oleh timnya,” kata Bahlil di Kantor BPH Migas, Jakarta Selatan, Kamis (2/10).
Purbaya kembali menanggapi dengan menyebut perbedaan itu bisa jadi karena perbedaan cara melihat data. Ia menegaskan info...