Mengapa Banyak Remaja Korban Kekerasan Memilih Diam

6 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan. Foto: aslysun/Shuttterstock

Banyak orang bertanya mengapa remaja korban kekerasan memilih diam. Pertanyaan itu sering muncul dengan nada heran, seolah bercerita adalah pilihan yang mudah. Padahal, bagi sebagian remaja, diam justru menjadi cara paling aman untuk bertahan.

Dalam dua tahun terakhir, angka kekerasan terhadap anak dan remaja di Indonesia terus meningkat. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan lonjakan kasus sepanjang 2023–2025, mulai dari kekerasan fisik, perundungan, hingga kekerasan seksual di lingkungan sekolah. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polri juga mencatat bahwa pada 2024–2025, sekitar 70 persen korban kekerasan seksual adalah anak dan remaja.

Namun, angka-angka ini hanya memperlihatkan permukaan. Banyak kasus tidak pernah tercatat karena diselesaikan secara kekeluargaan, ditutup demi reputasi, atau dianggap selesai tanpa pemulihan yang memadai.

Tulisan ini memusatkan perhatian pada remaja-kelompok usia yang sering terlihat ‘baik-baik saja’, tetapi menyimpan pengalaman menyakitkan tanpa ruang aman untuk bercerita.

Mengapa Remaja Sulit Bercerita?

Ada anggapan bahwa jika kekerasan benar-benar berat, korban pasti akan berbicara. Kenyataannya, bagi remaja, diam sering menjadi strategi bertahan hidup. Bukan karena mereka tidak terluka, melainkan karena lingkungan belum siap mendengar.

Pada usia ini, remaja masih belajar memahami emosi dan menafsirkan pengalaman. Ketika lingkungan memberi sinyal bahwa cerita mereka akan diragukan atau dianggap berlebihan, pilihan untuk diam terasa lebih rasional.

Beberapa alasan yang kerap muncul antara lain:

Pertama, takut disalahkan. Respons seperti

terlalu sensitif’ atau ’jangan lebay’ membuat remaja ragu untuk membuka diri.

Kedua, takut mempermalukan keluarga. Kekhawatiran dianggap membawa aib, terutama jika pelaku adalah sosok yang dihormati, membuat banyak kasus didiamkan.

Ketiga, pernah diabaikan. Keluhan tentang perundungan atau kekerasan verbal kerap dianggap bercanda atau sepele.

Keempat. tidak punya kosakata uang tepat. Banyak remaja merasa ada yang salah, tetapi tidak tahu bagaimana menyebutnya. Akibatnya, pengalaman mereka sering dianggap mengada-ada.

Ironisnya, kekerasan sering terjadi di ruang yang seharusnya aman-rumah, sekolah, atau komunitas. Ketika lingkungan tidak peka, remaja belajar bahwa melapor dianggap berlebihan, sementara perasaan mereka tidak penting.

Tidak semua orang bisa menjadi psikolog atau pekerja sosial. Namun, setiap orang dapat mulai dengan hal paling mendasar: mendengarkan tanpa menghakimi.

Di saat belum ada orang dewasa yang siap membantu, menulis bisa menjadi ruang aman yang sederhana. Menulis memberi jarak dari penilaian, kebebasan memilih kata dan ruang untuk memahami pengalaman sendiri. Bagi remaja, menulis bukan sekadar tugas sekolah, melainkan cara tetap bersuara ketika berbicara terasa terlalu berisiko.

Tulisan ini menjadi ajakan agar kita lebih peka dan lebih hadir. Karena suara yang tidak terdengar, bukan berarti tidak ada. Mereka berhak tumbuh dengan rasa aman.

Read Entire Article