Kapal Global Sumud Flotilla (GSF) akhirnya memutuskan berangkat bertahap setelah pelayaran sempat tertunda, salah satunya karena salah satu kapal diduga diserang oleh drone Israel.
Para menteri luar negeri yang negaranya berpartisipasi dalam misi kemanusiaan ini memberikan pernyataan bersama. Mereka yang memberikan pernyataan adalah menlu dari Bangladesh, Brasil, Kolombia, Irlandia, Libya, Malaysia, Maladewa, Meksiko, Pakistan, Qatar, Oman, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Turki, dan Menlu RI Sugiono.
"Global Sumud Flotilla telah menyampaikan tujuannya untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, serta meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan kemanusiaan yang mendesak bagi rakyat Palestina, sekaligus mendesak dihentikannya perang di Gaza," kata mereka dalam keterangannya, dikutip dari situs Kemlu RI, Selasa (16/9).
Para menlu itu menegaskan perdamaian dan penyaluran bantuan kemanusiaan serta penghormatan pada hukum internasional menjadi komitmen yang dipegang oleh pemerintahan masing-masing.
"Oleh karena itu, kami menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri dari segala tindakan melawan hukum atau kekerasan terhadap Flotilla, serta menghormati hukum internasional dan hukum humaniter internasional," tegasnya.
Para menlu menegaskan akan meminta pertanggungjawaban terhadap setiap pelanggaran yang ditujukan kepada peserta misi kemanusiaan Global Sumud Flotilla.
"Kami menegaskan kembali bahwa setiap pelanggaran terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia para peserta Flotilla, termasuk serangan terhadap kapal di perairan internasional atau penahanan yang melanggar hukum, akan menimbulkan permintaan pertanggungjawaban," pungkas pernyataan para menlu.
Kapal-kapal Global Sumud Flotilla akhirnya berangkat secara bertahap ke Gaza dari Pelabuhan Sidi Bou Said, Gammarth, dan Bizerta di Tunisia. Tak hanya dari Tunisia, kapal-kapal GSF dan 5 kapal dari Indonesia juga berangkat dari Italia dan Yunani.
Ada sebanyak 13 kapal yang berangkat dari Tunisia secara bertahap. Namun, pemerintah Tunisia memberikan catatan, yaitu kapal-kapal harus berangkat diam-diam agar tidak menimbulkan keramaian dan kegaduhan.
Delegasi Indonesia dipastikan tidak ikut dalam misi kali ini karena berbagai pertimbangan, seperti kendala cuaca dan kendala teknis lainnya.