Berani Mengajar, Takut Bersuara: Potret Tragis Guru di Negeri Ini

13 hours ago 5
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Ilustrasi Berani Mengajar, Takut Bersuara: Potret Tragis Guru di Negeri Ini. Sumber.dokumentasi Pribadi

Tetaplah bersuara dan jangan pernah takut seharusnya menjadi napas bagi setiap guru di negeri ini. Guru bukan sekadar penyampai materi pelajaran, melainkan juga penjaga nalar, pembentuk karakter, dan penggerak kesadaran kritis peserta didik. Namun, ironi justru muncul ketika para pendidik itu sendiri kehilangan ruang untuk bersuara.

Realitas menunjukkan bahwa banyak guru hidup dalam kesunyian yang dipaksakan oleh sistem; bukan karena mereka tidak memiliki pendapat, melainkan karena berbicara sering kali berarti mengambil risiko yang terlalu besar.

Sekolah yang seharusnya menjadi ruang aman untuk berpikir kritis perlahan berubah menjadi ruang penuh kehati-hatian. Satu kalimat bisa ditafsirkan sebagai pembangkangan dan satu unggahan di media sosial bisa berujung pada teguran, mutasi, bahkan pemecatan.

Guru akhirnya tidak lagi bertanya “apa yang benar?”, melainkan “apa yang aman?” Dalam kondisi seperti ini, keberanian bukan lagi soal mental atau integritas personal, melainkan tentang struktur kekuasaan yang menekan dari atas ke bawah dan membentuk budaya takut yang sistemik.

Sering kali publik menyimpulkan bahwa guru takut untuk bersuara. Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah guru sedang berusaha bertahan agar tetap bisa mengajar. Mereka sadar bahwa suara kritis tidak selalu dibalas dengan dialog, tetapi justru dengan sanksi.

Sistem pendidikan kita membentuk relasi kuasa yang timpang, mulai dari kementerian, dinas pendidikan, hingga yayasan. Setiap jenjang memiliki kewenangan untuk menilai, menegur, atau menghukum, sementara guru berada di posisi paling rentan dalam rantai birokrasi tersebut.

Akibatnya, kritik terhadap kebijakan pendidikan, kesejahteraan, atau ketidakadilan struktural sering kali dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai masukan. Guru yang vokal dicap tidak loyal, tidak patuh, atau sulit diatur.

Dalam situasi ini, diam menjadi strategi bertahan hidup. Bukan karena guru tidak peduli pada dunia pendidikan, melainkan karena mereka sadar bahwa kejujuran sering kali tidak dihargai, bahkan justru dibayar dengan hilangnya rasa aman.

Ilustrasi Berani Mengajar, Takut Bersuara: Potret Tragis Guru di Negeri Ini//sumber.dokumentasi.Pribadi

Bagi guru ASN dan PNS, pembungkaman ini terasa semakin nyata. Status sebagai aparatur sipil negara mengikat mereka pada aturan disiplin, netralitas, dan fakta integritas yang kerap ditafsirkan secara sempit dan sepihak. Secara formal, guru ASN memang tidak sepenuhnya dilarang menyampaikan pendapat.

Namun dalam praktiknya, kritik terhadap kebijakan pemerintah sering dianggap sebagai pelanggaran loyalitas. Ruang berserikat dibatasi, ekspresi kritis dicurigai, dan perjuangan hak guru pun menjadi terpecah, individual, serta kehilangan daya tekan kolektif.

Tidak mengherankan jika sangat jarang kita melihat guru ASN turun ke jalan secara terbuka menuntut haknya. Mereka tahu bahwa konsekuensi administratif, penilaian kinerja, hingga ancaman karier selalu mengintai.

Ketika sistem membuat keberanian menjadi mahal, hal yang tersisa hanyalah kepatuhan yang terpaksa. Dalam jangka panjang, kondisi ini melemahkan posisi guru sebagai profesi intelektual dan menjadikannya sekadar pelaksana kebijakan.

Sementara itu, guru honorer dan guru swasta berada dalam posisi yang bahkan lebih rapuh. Upah rendah, status kerja tidak jelas, dan ketergantungan penuh pada yayasan membuat mereka hidup dalam ketidakpastian permanen.

Tidak ada jaminan kerja, tidak ada perlindungan kuat, dan hampir tidak ada ruang untuk menolak. Setiap kritik berpotensi dianggap sebagai pembangkangan dan pembangkangan sering kali dibalas dengan pemutusan kontrak secara sepihak.

Demonstrasi guru honorer memang beberapa kali terjadi di berbagai daerah, menuntut pengangkatan PPPK, kesetaraan hak, dan pengakuan negara. Namun, suara mereka sering tenggelam dalam hiruk pikuk isu lain. Media hanya meliput sekilas, kebijakan lahir setengah hati, dan penderitaan guru terus berulang dari tahun ke tahun. Seolah-olah jerih payah mendidik generasi bangsa tidak cukup bernilai untuk diperjuangkan secara serius.