Beberapa pekan terakhir, bencana berupa banjir bandang dan longsor melanda sebagian wilayah di Pulau Sumatera termasuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Dampaknya tragis: ratusan jiwa hilang, ribuan warga mengungsi, dan kerusakan infrastruktur masif.
Di tengah upaya tanggap darurat yang seharusnya intensif, muncul kritik tajam terhadap respons pemerintah pusat, bukan hanya dari aspek logistik, tapi juga dari sisi komunikasi publik. Warga dan pengamat menyoroti, bahwa dalam situasi darurat seperti ini, uluran tangan pemerintah yang menjadi nyawa, menurut banyak pihak belum terpenuhi dengan baik.
Pentingnya “Komunikasi Krisis”
Jika kita tengok kembali literatur ilmu komunikasi dan manajemen krisis, terdapat konsep penting seperti Situational Crisis Communication Theory (SCCT) yang dikembangkan oleh W. Timothy Coombs. SCCT menyatakan bahwa ketika terjadi krisis (bencana alam, kecelakaan, skandal, dsb.), organisasi dalam hal ini termasuk pemerintah harus memilih strategi komunikasi yang sesuai dengan jenis krisis dan persepsi publik. Bukan sebaliknya terkesan lamban dalam mengambil keputusan, sehingga memunculkan banyak spekulasi dan ambiguitas di kalangan masyarakat.
Secara umum, “komunikasi krisis” diartikan sebagai proses pengumpulan, pengolahan, dan penyebaran informasi penting dalam situasi darurat, dengan tujuan membangun kesepahaman makna antara pemerintah dan publik serta meminimalkan dampak negatif dari krisis itu sendiri.
Dalam konteks bencana alam, kerangka ini relevan, pemerintah tidak hanya dituntut mengambil tindakan di lapangan, tetapi juga mengelola komunikasi publik secara transparan, akurat, tepat waktu, dan berempati.
Realitas di Sumatera: Ketidaksesuaian antara Teori dan Praktik
Status dan Penetapan Bencana: Simbol, Bukan Sinergi
Salah satu kritik terbesar adalah terkait status bencana. Meskipun dampak di banyak wilayah Sumatera amat parah, pemerintah pusat menurut sejumlah pengamat media memilih untuk “menggantung” status bencana nasional. Hal ini dianggap sebagai tanda minimnya komitmen dan respons kolektif nasional, sehingga mempersulit koordinasi, distribusi bantuan, dan komunikasi publik secara efektif.
Komunikasi yang Terlihat “Setengah Hati”
Dalam artikel opini terbitan lokal, istilah “komunikasi setengah hati” digunakan untuk menggambarkan respons pemerintah yang dianggap lambat, minim koordinasi, dan kurang transparan terutama di tingkat pusat.
Publik dan media massa melaporkan inkonsistensi antara data resmi, pernyataan pejabat, dan kondisi riil di lapangan (korban, rumah rusak, akses bantuan, jalur distribusi, dsb.). Ketika masyarakat membutuhkan informasi cepat dan jelas kapan bantuan datang, bagaimana jalur evakuasi, di mana posko informasi cenderung terlambat, terpisah-pisah, atau sulit diverifikasi.
Media Sosial: Harapan atau Tambang Masalah?
Karena infrastruktur komunikasi konvensional (radio, TV, jaringan seluler) sering terganggu saat bencana akibat banjir, longsor, listrik padam, tower roboh banyak warga bergantung pada media sosial sebagai jalur informasi utama.
Di satu sisi, media sosial memang memungkinkan penyebaran informasi cepat dan real-time. Namun, tanpa koordinasi resmi, kanal ini rentan disinformasi, sebatas editing konten, rumor, dan kepanikan. Situasi ini semakin rumit ketika pemerintah tampak tidak hadir sebagai sumber informasi kredibel.
Kenapa Respons Komunikasi Pemerintah Justru Menimbulkan Krisis dalam Krisis
Terdapat beberapa faktor mengapa komunikasi pemerintah dalam kasus Bencana Sumatera dianggap gagal atau problematik: Pertama, kurangnya “single trusted voice”. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan berbagai lembaga seakan bicara tanpa koordinasi. Hal ini memicu kebingungan publik, karena informasi bisa saling bertentangan. Kedua, kecepatan respons dan koordinasi media tidak memadai. Dalam krisis, waktu sangat krusial.
Lambat dalam merespons informasi, memp...

11 hours ago
5



























:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5034348/original/062461200_1733277258-MilanSassuoloCI_28.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5389933/original/002484900_1761214453-Hexabyte.jpg)

:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5349908/original/030690300_1757940749-update_iOS_26_sudah_disebar_secara_global.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5388613/original/056260300_1761125086-20251015_193158.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5392574/original/074059500_1761467897-amorim.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5040223/original/096198100_1733623619-WhatsApp_Image_2024-12-08_at_05.28.43.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5391391/original/035700400_1761313678-aqeela_harry.jpg)

