MI/Seno(Dok. Pribadi)
ILMUWAN Tiongkok To Youyou dianugerahi Nobel dalam bidang sains kesehatan pada 2015 lantaran menemukan obat tradisional malaria, senyawa artemisinin, yang akhirnya menyelamatkan jutaan nyawa dari wabah tersebut. Saat menerima penghargaan itu, dalam pidatonya dia mengatakan bahwa penemuannya ialah hadiah dari kedokteran tradisional Tiongkok untuk dunia. Pasalnya, obat tersebut ditemukan setelah ia membaca teks-teks kuno dari masa Dinasti Zhou, King, dan Han sekitar 400 M.
Tiongkok memang terkenal dengan tradisi pengobatannya, tapi yang menjadi menarik di sini ialah Youyou dan tim penelitinya harus membaca teks-teks kuno yang tentu sebelumnya ada dalam manuskrip atau naskah tulisan tangan. Ada pelajaran penting di sini.
Tradisi yang termaktub dalam tulisan lama, ketika didialogkan dengan sains, nyatanya mampu memberikan manfaat untuk masyarakat luas.
Warisan masa silam tidak layak untuk dilupakan begitu saja. Ia harus dibaca kembali, dievaluasi, dan diuji dengan pendekatan terkini. Dari situ, hal yang kuno akan tampak memberikan pelajaran bagi masyarakat sekarang terlepas positif atau negatif.
Bagaimana dengan Indonesia? Bangsa ini mewarisi khazanah kearifan masa silam yang juga tersimpan dalam manuskrip. Dalam catatan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 2025, ada sekitar 143.259 manuskrip yang mana 100.770 berada di Indonesia dan 42.489 disimpan di luar negeri. Dalam catatan Henri Chambert-Loir dan Oman Fathurahman (1999), terdapat sekitar 30 negara yang menyimpan manuskrip berciri khas Indonesia. Jumlah itu diyakini belum benar-benar mencakup keseluruhan.
Masih banyak koleksi-koleksi yang belum terdata, utamanya yang disimpan dalam koleksi pribadi, istana raja, rumah adat, tempat ibadah, padepokan, dan pesantren yang tersebar di pelosok negeri.
Data itu menunjukkan betapa melimpahnya warisan pengetahuan kita, utamanya yang tertulis dalam manuskrip. Kekayaan itu semestinya mendorong pemanfaatan atau pendayagunaan untuk masyarakat luas. Apalagi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 mengamanatkan manuskrip sebagai salah satu objek pemajuan kebudayaan yang wajib kita perhatikan sehingga benda-benda itu benar-benar memainkan peran dalam memajukan kebudayaan Indonesia dalam pengertiannya yang sebenarnya.
Saya teringat ceramah yang disampaikan oleh Oman Fathurahman, Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara XX di Jakarta pada 15 Oktober 2025 lalu. Dia menyatakan bahwa seharusnya sekarang ini manuskrip sebagai objek pemajuan kebudayaan perlu diubah dari beban pelestarian menjadi aset pembangunan.
Terinspirasi dari ceramah tersebut, saya berpandangan bahwa manuskrip harus dijadikan informasi dan inspirasi, bukan semata objek 'romantisme' dan glorifikasi masa lalu. Manuskrip harus diarusutamakan sebagai aset pembangunan. Artinya, semua cara atau strategi untuk mendayagunakan aset itu, seperti pelestarian, riset, dan edukasi, serta dukungan infrastruktur dan pembiayaan, perlu dilakukan.
MERAWAT KERAGAMAN
Kita sering mempromosikan bahwa keragaman yang dimiliki Indonesia ialah aset penting bagi pembangunan jika dikelola dengan baik. Dalam konteks ini, manuskrip justru mewakili keragaman itu sendiri dalam bentuk apa pun. Mulai yang sangat kentara, seperti aksara, bahasa, bahan manuskrip, keyakinan, hingga yang perlu riset mendalam seperti nilai-nilai budaya dan pengetahuan yang terkandung di dalamnya.
Semua yang melekat dalam manuskrip melambangkan keragaman itu sendiri, termasuk tujuan produksi dan penulisannya. Begitu pun dengan bahan-bahan yang digunakan sebagai media tulisnya, seperti daun rontal (lontar), daluang, laklak, bambu, kertas, dan tanduk, juga menjadi kekhasan pengetahuan tersendiri yang mungkin tidak ditemukan di negara-negara lain.
Manuskrip Indonesia juga merawat ingatan tentang keragaman bahasa dan aksara yang pernah dimiliki masyarakat Indonesia. Dari situ kita dapat mengetahui bahwa terlalu sederhana jika Indonesia dikatakan hanya mengenal aksara Latin atau Arab. Bahkan, jika dibandingkan dengan Tiongkok dan Jepang sekalipun, kekayaan aksara kita jauh melimpah dari kedua negara maju itu.
Peninggalan tertulis kita mewariskan antara lain aksara Pallawa, Kawi, Bali, Jawa, Batak, Lampung, Incung, Rejang, Lontara Bugis-Makassar, Jangang-jangang, Serang, Jawi, dan Pegon. Dengan aksara-aksara itu, kita mampu mengartikulasikan berbagai pengetahuan dalam berbagai macam bahasa yang digunakan oleh segenap masyarakat Indonesia sejak masa silam.
Kolaborasi bahasa dan aksara lokal itu membuktikan bahwa kita sudah mumpuni berbicara dalam berbagai bidang keilmuan yang mencakup sendi kehidupan. Siapa pun kita pada masa kini yang membutuhkan kearifan lokal, tentang agama, etika, hukum, politik, ekonomi, sastra, seni pertunjukan, pengobatan, astronomi, mitigasi bencana, sejarah, teknologi tradisional, makanan, pakaian, permainan atau olahraga tradisional, manuskrip ialah arsip yang baik yang di dalamnya terkandung nilai keragaman yang bisa didayagunakan.
Kita bisa mengapresiasi warisan nenek moyang kita dengan cara beragam juga. Kita bisa melihat bagaimana manuskrip memiliki keterhubungan dengan tradisi yang hidup dalam masyarakat pendukungnya. Ada manuskrip yang dijadikan sarana ritual dan seni pertunjukan. Ada juga yang dijadikan rujukan untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.
Fungsi-fungsi itu menunjukkan lekatnya tradisi tulis dengan tradisi kelisanan masyarakat kita sekaligus memamerkan kekayaan literasi dalam konsep kebudayaan Indonesia. Itu semua memberikan pelajaran betapa luasnya spektrum informasi yang terkandung di dalam manuskrip dan tentu tidak mungkin hanya dikaji oleh satu bidang ilmu.
RISET DAN PENGEMBANGAN
Belajar dari To Youyou tadi, diperlukan keberpihakan riset yang mendalam untuk sampai pada level pemanfaatan atau pendayagunaan manuskrip. Setibanya di Beijing, sepulang dari lapangan dalam rangka mengobservasi wabah penyakit malaria yang melanda masyarakat di Vietnam Utara, Youyou dan timnya membaca teks-teks kuno untuk memahami cara masyarakat Tiongkok tradisional dalam mengatasi penyakit malaria.
Berkat manuskrip, akhirnya mereka menemukan referensi tentang daun kenikir. Herbal itu telah digunakan di Tiongkok untuk mengobati 'demam intermiten' yang merupakan salah satu gejala malaria. Bertahun-tahun mereka melakukan percobaan untuk membuktikan obat yang tertulis dalam dokumen kuno tersebut hingga akhirnya berhasil. Padahal, sebelumnya, lebih dari 240 ribu senyawa telah diuji untuk digunakan sebagai obat antimalaria yang potensial meskipun tidak membuahkan hasil.
Jadi, pada intinya, riset dan pengembangan menjadi elemen yang memampukan (enabler) berbagai kekayaan pengetahuan yang terkandung dalam manuskrip sehingga menjadi aset yang berdaya guna untuk masyarakat. Riset manuskrip juga mampu memberikan kontribusi dalam fokus pembangunan hari ini, misalnya untuk ketahanan pangan dan air. Di sini, dukungan infrastruktur dan investasi pembiayaan yang serius tidak dimungkiri menjadi modal awal untuk membuktikan ‘daya magis’ pengetahuan kuno pada masa kini.
Kita bersyukur hingga sekarang masih ada pendidikan tinggi yang masih menjadikan studi manuskrip sebagai keahlian spesifik meskipun hanya di beberapa perguruan tinggi dan tentu perlu ditambah. Kita pun beruntung memiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang sejak lama menjadi garda terdepan dalam pengarusutamaan manuskrip Nusantara, baik dalam bentuk pelestarian maupun pelayanan jasa dan informasi, sehingga menjadi referensi penting dalam studi-studi terkait.
Namun, riset manuskrip perlu lebih ditingkatkan sehingga memberikan dampak nyata bagi pembangunan. Riset-riset dasar di bidang manuskrip seperti filologi, kodikologi, dan paleografi wajib dipertahankan dan bahkan terus dikembangkan dengan tren terkini. Ketiganya perlu dipadukan dengan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk dalam perkembangan tentang keberadaan akal imitasi (artificial intelligence). Yang lebih praktis, riset-riset manuskrip juga perlu dikembangkan ke arah diversifikasi tentang potensi produk-produk ekonomi kreatif seperti film, musik, pakaian, kriya, dan gim.
KOLABORASI JADI KUNCI
Pemajuan kebudayaan bukan tugas pemerintah semata. Seluruh elemen masyarakat diharapkan memberikan kontribusi untuk hal itu, baik dalam hal perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, maupun pembinaan. Oleh karenanya, diperlukan kolaborasi lintas generasi d...

2 hours ago
2
































:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365168/original/090343300_1759140108-WhatsApp_Image_2025-09-29_at_17.00.24.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5352887/original/013654100_1758144467-AP25260720491829.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5364853/original/046358800_1759128662-462a26d0-2645-4809-88b5-48611f626139.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5348836/original/064698500_1757902947-ClipDown.com_536149216_18672569230011649_1930765662361117681_n.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4757356/original/067911600_1709187898-20240229-Bayi_Tahun_Kabisat-HER_1.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365417/original/044399600_1759182511-ea_sports_game.jpg)